Jumat24 Sep 2021 04:50 WIB. Red: Ani Nursalikah. 0. Naskah Khutbah Jumat: Keikhlasan. Foto: ANTARA/Wahyu Putro A. Allah memerintahkan kepada kita untuk beribadah kepada-Nya dengan penuh keikhlasan. REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Sucipto , Dosen FKIP UAD, Pengurus PCIM Tiongkok, sedang menempuh kuliah doktoral di Central China Normal University. Singkatnya, ikhlas adalah seseorang beribadah dengan niat mendekatkan diri kepada Allah, mengharapkan pahala-Nya, takut terhadap siksa-Nya dan ingin mencari ridha-Nya. Dzun Nun al-Mishriy rahimahullah berkata “Tiga tanda keikhlasan adalah 1 Seimbangnya pujian dan celaan orang-orang terhadapnya, 2 Lupa melihat amal dalam beramal, 3 Dan mengharapkan pahala amalnya di akhirat.” Redaksi, *** بسم الله الرحمن الرحيم KHUTBAH PERTAMA إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. “يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ”. “يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً”. “يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً” أما بعد Jamaah Jumat rahimakumullah Mari kita tingkatkan ketakwaan kepada Allah Ta’ala dengan ketakwaan yang sebenar-benarnya, yaitu mengamalkan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam serta menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, kemudia keluarga, sahabat-sahabatnya, serta pengikutnya sampai akhir zaman. Kaum muslimin jamaah Jumat rahimani wa rahimakumullah Sesungguhnya tujuan utama agama Islam adalah agar manusia beribadah kepada Allah Ta’ala dengan ikhlas. Allah Ta’ala berfirman وَمَآ أُمِرُوْآ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْااللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ Dan mereka tidaklah diperintahkan kecuali agar beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya QS. Al Bayyinah 5. Lalu apa yang dimaksud dengan keikhlasan. Ta’rif Definisi Ikhlas Ikhlas secara bahasa artinya memurnikan sesuatu dan membersihkannya dari campuran. Secara istilah, ada beberapa ta’rif, di antaranya adalah Ikhlas adalah penyucian niat dari seluruh noda dalam mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Noda di sini misalnya mencari perhatian makhluk dan pujian mereka. Ikhlas adalah pengesaan Allah Ta’ala dalam niat dan ketaatan. Ikhlas adalah melupakan perhatian makhluk dan selalu mencari llah Ta’ala. antaranya adalah ya dari campuran. perhatian al-Khaliq. Ikhlas adalah seorang berniat mendekatkan diri kepada Allah dalam ibadahnya. Ikhlas adalah samanya perbuatan seorang hamba antara yang nampak dan yang tersembunyi. Singkatnya, ikhlas adalah seseorang beribadah dengan niat mendekatkan diri kepada Allah, mengharapkan pahala-Nya, takut terhadap siksa-Nya dan ingin mencari ridha-Nya. Dzun Nun al-Mishriy rahimahullah berkata “Tiga tanda keikhlasan adalah 1 Seimbangnya pujian dan celaan orang-orang terhadapnya, 2 Lupa melihat amal dalam beramal, 3 Dan mengharapkan pahala amalnya di akhirat.” Kedudukan Ikhlas Ikhlas adalah asas keberhasilan dan keberuntungan di dunia dan akhirat. Ikhlas bagi amal ibarat pondasi bagi sebuah bangunan dan ibarat ruh bagi sebuah jasad, di mana sebuah bangunan tidak akan dapat berdiri kokoh tanpa pondasi, demikian juga jasad tidak akan dapat hidup tanpa ruh. Oleh karena itu, amal shalih yang kosong dari keikhlasan akan menjadikannya mati, tidak bernilai serta tidak membuahkan apa-apa, atau dengan kata lain “wujuuduhaa ka’adamihaa” keberadaannya sama seperti ketidakadaannya. Ikhlas juga merupakan syarat diterimanya amal di samping sesuai dengan sunah. Allah Azza wa Jalla berfirman dalam hadis Qudsi أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ “Aku sangat tidak butuh sekutu, siapa saja yang beramal menyekutukan sesuatu dengan-Ku, maka Aku akan meninggalkan dia dan syirknya.” HR. Muslim. Tempat Ikhlas Ikhlas tempatnya di hati. Saat hati seseorang menjadi baik dengan ikhlas, maka anggota badan yang lain ikut menjadi baik. Sebaliknya, jika hatinya rusak, misalnya oleh riya’, sum’ah, hubbusy syuhrah agar dikenal, mengharapkan dunia dalam amalnya, ujub bangga diri dsb. maka akan rusaklah seluruh jasadnya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . “Apabila hati menjadi baik, maka akan baik pula seluruh jasadnya, dan apabila hati menjadi rusak, maka akan rusak seluruh jasadnya.” HR. Bukhari-Muslim Seseorang dituntut untuk berniat ikhlas dalam seluruh amal shalihnya, baik shalatnya, zakatnya, puasanya, jihadnya, amar ma’ruf dan nahi munkarnya, serta amal shalih lainnya, termasuk belajarnya. Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu berkata, “Janganlah kalian belajar agama karena tiga hal; agar dapat mengalahkan orang-orang tidak tahu, agar dapat mendebat para fuqaha’ dan agar perhatian orang-orang beralih kepada kalian. Niatkanlah dalam kata-kata dan perbuatan kalian untuk memperoleh apa yang ada di sisi Allah, karena hal itu akan kekal, adapun selainnya akan hilang.” Buah yang Dihasilkan dari Keikhlasan Buah yang dihasilkan dari keikhlasan sungguh banyak, seorang yang ikhlas dalam mengucapkan laa ilaaha illallah, maka Allah akan mengharamkan neraka baginya. Seorang yang mengikuti ucapan muadzin dengan ikhlas, maka Allah akan memasukkannya ke surga. Seorang yang menuntut ilmu agama dengan ikhlas, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga. Seorang yang ikhlas menjalankan puasa, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Bahkan perbuatan mubah akan menjadi berpahala dengan keikhlasan. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِيَ بِهَا وَجْهُ اللهِ إِلاَّ أُجِرْتَ عَلَيْهَا حََتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فِي امْرَأَتِكَ “Sesungguhnya kamu tidaklah menafkahkah satu nafkah pun karena mengharapkan keridhaan Allah, kecuali kamu akan diberikan pahala terhadapnya sampai dalam suapan yang kamu masukkan ke dalam mulut istrimu.” HR. Bukhari-Muslim Perhatikanlah kisah tiga orang yang bermalam di sebuah gua, lalu jatuh sebuah batu besar menutupi gua tersebut, sehingga mereka tidak bisa keluar. Masing-masing mereka berdoa kepada Allah dengan menyebutkan amal shalih yang mereka kerjakan dengan ikhlas, akhirnya Allah menyingkirkan batu tersebut dari gua, hingga mereka semua bisa keluar. Ini sebuah contoh buah dari keikhlasan. Akibat Tidak Ikhlas Sebaliknya, jika amal shalih dikerjakan atas dasar niat yang tidak ikhlas, bukan mendapatkan pahala, bahkan mendapatkan siksa. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Sesungguhnya orang yang pertama kali diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid. Ia pun dihadapkan, lalu Allah mengingatkan kepadanya nikmat-nikmat-Nya, ia pun mengingatnya, kemudian ditanya, “Kamu gunakan untuk apa nikmat itu?” Ia menjawab, “Aku gunakan untuk berperang di jalan-Mu hingga aku mati syahid”, Allah berfirman, “Kamu dusta, sebenarnya kamu berperang agar dikatakan sebagai pemberani dan sudah dikatakan demikian”, kemudian Allah memerintahkan orang itu agar dibawa, lalu ia diseret dalam keadaan telungkup kemudian dilempar ke neraka. Kedua seorang yang belajar agama, mengajarkannya dan membaca Alquran, ia pun dihadapkan, lalu Allah mengingatkan kepadanya nikmat-nikmat-Nya, ia pun mengingatnya, kemudian ditanya, “Kamu gunakan untuk apa nikmat itu?” Ia menjawab, “Aku gunakan untuk mempelajari agama, mengajarkannya dan membaca Alquran karena Engkau”, Allah berfirman “Kamu dusta, sebenarnya kamu belajar agama agar dikatakan orang alim, dan membaca Alquran agar dikatakan qaari’, dan sudah dikatakan”, kemudian Allah memerintahkan orang itu agar dibawa, lalu ia diseret dalam keadaan telungkup kemudian dilempar ke neraka. Ketiga seseorang yang dilapangkan rezekinya dan diberikan kepadanya berbagai jenis harta, ia pun dihadapkan, lalu Allah mengingatkan kepadanya nikmat-nikmat-Nya, ia pun mengingatnya, kemudian ditanya, “Kamu gunakan untuk apa nikmat itu?” Ia menjawab, “Tidak ada satu pun jalan, di mana Engkau suka dikeluarkan infak di sana kecuali aku keluarkan karena Engkau”. Allah berfirman, “Kamu dusta, sebenarnya kamu lakukan hal itu agar dikatakan sebagai orang yang dermawan dan sudah dikatakan”, kemudian Allah memerintahkan orang itu agar dibawa, lalu ia diseret dalam keadaan telungkup kemudian dilempar ke neraka.” HR. Muslim. Contoh Riya’ dan Kurang Ikhlas Berikut beberapa contoh riya’ dan amalan yang kurang ikhlas Seorang menambahkan lagi ketaatannya ketika dipuji, atau mengurangi bahkan meninggalkan ketaatan ketika dicela. Seseorang beramal shalih dan berakhlak mulia agar dicintai orang-orang, diperlakukan secara baik dan mendapat tempat di hati mereka. Jika hal itu tidak tercapai, ia pun berat sekali melakukannya. Seseorang bersedekah karena ingin dilihat orang, jika tidak ada yang melihatnya, ia tidak mau bersedekah. Ibnu Rajab berkata, “Dan termasuk penyakit riya’ yang tersembunyi adalah bahwa seseorang terkadang merendahkan dirinya, di hadapan manusia, mengharap dengan itu agar manusia melihat bahwa dirinya adalah seorang tawadhu’, sehingga terangkat kedudukannya di sisi mereka dan mendapat pujian dari mereka..” Seorang yang berjihad agar ia terbiasa perang. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُهُ العَظِيْمَ الجَلِيْلَ لِيْ وَلَكُمْ، وَلِجَمِيْعِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ؛ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ KHUTBAH KEDUA اَلحَمْدُ لِلّهِ الوَاحِدِ القَهَّارِ، الرَحِيْمِ الغَفَّارِ، أَحْمَدُهُ تَعَالَى عَلَى فَضْلِهِ المِدْرَارِ، وَأَشْكُرُهُ عَلَى نِعَمِهِ الغِزَارِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ العَزِيْزُ الجَبَّارُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ المُصْطَفَى المُخْتَار، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ الطَيِّبِيْنَ الأَطْهَار، وَإِخْوَنِهِ الأَبْرَارِ، وَأَصْحَابُهُ الأَخْيَارِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ مَا تُعَاقِبُ اللَيْلَ وَالنَّهَار Jamaah Jumat yang dirahmati Allah Manusia ketika beramal shalih memiliki motivasi yang beragam, hal ini perlu kita ketahui bukan untuk mengoreksi pribadi orang lain, akan tetapi kita muhasabah, kita koreksi diri kita masing-masing. Keadaaan Manusia dalam Beramal Shalih Orang-orang dalam beramal shalih beraneka ragam sbb Ada yang beramal shalih, niatnya murni riya’, seperti orang-orang munafik. Di mana, amal yang dilakukan tidak lain agar mendapatkan perhatian dari orang lain. Amalan ini sia-sia. Seorang yang beramal shalih, niat asalnya karena Allah bercampur riya’ dari awal hingga akhirnya. Nas-nas yang shahih menunjukkan bahwa amalnya juga sia-sia. Seorang yang beramal shalih, niat asalnya ikhlas lillah, namun kedatangan riya’ di tengah-tengahnya. maka dalam hal ini ada dua keadaan 1. Awal ibadah dan akhirnya terpisah, maka yang awalnya sah dan yang terakhirnya sia-sia. Contoh Seseorang mempunyai yang ingin disedekahkannya, ia pun menyedekahkan yang pertama ikhlas lillah, namun sisanya karena riya’. Maka yang pertama sah, sedangkan yang kedua sia-sia. 2. Awal ibadah dengan akhirnya menyatu. Dalam hal ini ada dua keadaan juga Riya’ yang datang tiba-tiba dilawannya, kemudian berhasil disingkirkan. Maka amal shalihnya tetap sah. b. Riya’ yang datang tiba-tiba dibiarkannya, akhirnya dirinya terbawa oleh riya’ tersebut. Maka dalam hal ini amalnya sia-sia. Obat Riya’ Di antara sebab timbulnya riya’ adalah karena lemahnya keimanan dan karena kebodohan. Oleh karena itu, ketika iman lemah, seseorang mudah berbuat maksiat, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda لاَ يَزْنِى الزَّانِى حِينَ يَزْنِى وَهْوَ مُؤْمِنٌ ، وَلاَ يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهْوَ مُؤْمِنٌ ، “Tidaklah berzina seorang pezina ketika dia sedang berzina sedang dia seorang mukmin, dan tidaklah ia meminum khamr ketika dia sedang meminumnya sedang dia mukmin.” HR. Bukhari Demikian juga, seseorang tidaklah berbuat kemaksiatan kecuali karena ia jahil bodoh, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Segala maksiat itu bersumber pada kebodohan, dan seandainya manusia mengetahui ilmu yang bermanfaat niscaya ia tidak melakukan maksiat.” Selanjutnya beliau berkata ketika menafsirkan ayat إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاؤُا Sesungguhnya hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah ulama QS. Al Fathir 28. “Setiap orang takut kepada Allah dan taat kepada-Nya serta tidak memaksiati-Nya maka dia adalah alim/berilmu.” Obat lemahnya iman dan kebodohan adalah dengan belajar dan beramal. Termasuk sebab timbulnya riya’ juga adalah karena menyukai pujian, takut celaan dan menyukai pemberian. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata “Tidak mungkin berkumpul bersama antara ikhlas dengan mencintai pujian, sanjungan serta tamak rakus terhadap harta manusia kecuali seperti berkumpulnya air dengan api, binatang dhab mirip biawak namun kecil dengan ikan besar pemangsanya.” Cara agar kita tidak cinta terhadap pujian manusia adalah dengan mengetahui bahwa pujian seseorang tidaklah bermanfaat apa-apa, demikian juga celaannya tidaklah berbahaya, yang bermanfaat adalah pujian Allah Subhanahu wa Ta’ala dan yang berbahaya adalah celaan-Nya. Sedangkan cara agar kita tidak tamak terhadap harta manusia adalah dengan mengetahui bahwa harta yang kita inginkan tersebut di tangan Allah-lah perbendaharaan. Termasuk cara agar dapat menghindarkan diri dari riya’ adalah dengan menyembunyikan amal shalih. Hal ini telah diisyaratkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam sabdanya tentang tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan selain naungan-Nya, di antaranya, “Seorang yang bersedekah lalu ia menyembunyikan sedekahnya sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dikeluarkan oleh tangan kanannya.“ Sebagaimana dalam hadis riwayat Bukhari-Muslim Termasuk obat pernyakit riya’ adalah Seseorang mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mendengar dan Melihat serta mengetahui apa saja yang kita sembunyikan dan kita tampakkan. Meyakini bahwa pahala hanya milik Allah, selain-Nya tidak memiliki pahala. Mengetahui bahwa dunia ini tidak ada apa-apanya dibanding akhirat. Berdoa, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda اَلشِّرْكُ فِيْكُمْ أَخْفَى مِنْ دَبِيْبِ النَّمْلِ، وَسَأَدُلُّكَ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتَهُ أُذْهِبَ عَنْكَ صِغَُارُ الشِّرْكِ وَكِبَارُهُ، تَقُوْلُ اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا أَعْلَمُ “Syirk yang menimpamu lebih halus daripada rayapan semut. Maukah kamu aku tunjukkan sesuatu yang jika kamu lakukan, niscaya akan dihilangkan darimu syirk yang besar maupun yang kecil. Yaitu kamu berkata “Allaahumma innii a’uudzu bika an usyrika bika wa ana a’lamu wa astaghfiruka limaa laa a’lamu” artinya “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu sedangkan aku mengetahui, dan aku meminta ampun kepada-Mu terhadap hal yang tidak aku ketahui.” Shahihul Jami’ 3625 Kesimpulannya, bahwa amalan yang didasari motivasi mencari pujian dan sanjungan manusia atau mengharapkan imbalan dari mereka merupakan amalan tercela meskipun zhahirnya kelihatan sebagai amal shalih. Namun demikian, tidaklah mengurangi keikhlasan jika ternyata ada orang lain yang memuji amalnya, asalkan niatnya tetap ikhlas lillah berdasarkan hadis riwayat Muslim bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah ditanya tentang seseorang yang beramal karena cinta kepada Allah, lalu orang-orang memujinya, maka Beliau menjawab تِلْكَ عَاجِلُ بُشْرَى الْمُؤْمِنِ “Itu adalah kabar gembira bagi seorang mukmin yang disegerakan.” Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita hamba-hambanya yang ikhlas kepada-Nya dalam setiap amalan kita, kemudian memberi petunjuk kepada kita untuk istiqomah di jalan tersebut. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اللهم بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اللهم اغْـفِـرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْـفِـرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اللهم إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ. وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلى الله عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. Download Naskah Materi Khutbah Jum’at [download id=”127″] Info Naskah Khutbah Jum’at Marwan bin Musa Maraaji’ Al Ikhlas Syaikh Abdul Muhsin Al ’Abbad, Kitab Al Ikhlas Husain Al Awaaisyah, Nuurul Ikhlas DR. Sa’id Al Qahthaani, Ikhlas versus Riya’ Majalah As sunah Edisi 08/IV/1421-2000, tulisan M. Abu Hamdan dll. Kata kunci ikhlas. Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR. SPONSOR hubungi 081 326 333 328 DONASI hubungi 087 882 888 727 Donasi dapat disalurkan ke rekening 4564807232 BCA / 7051601496 Syariah Mandiri / 1370006372474 Mandiri. Hendri Syahrial Keterangan lebih lengkap Peluang Menjadi Sponsor dan Donatur
إِنَّمَاالْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ. "Sesungguhnya amalan itu tergantung dengan niatnya.". Suatu amalan akan dianggap oleh Allah Jalla wa 'ala berdsarkan niatnya. Apabila niat dari amalan tersebut ikhlas karena Allah, maka ia akan diterima. Namun apabila niatnya tidak demikian, maka ia kan ditolak.
403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID 4sjAtu5ohGwjPqjiqAjDrJh6H970LTFOyClklwoNyDu1TOPj0dxlcg==
ContohPidato Agama Singkat tentang Belajar Ikhlas dalam Beribadah dan Beramal Ditulis Admin Selasa, 10 Desember 2019 Tulis Komentar Edit Contoh Ceramah Singkat - Ceramah atau pidato keagamaan adalah ceramah yang dilakukan oleh ahli agama atau biasa disebut ustad yang notabennya mempunyai ilmu agama lebih dan dibagikan kepada orang lain

Membahas tentang keikhlasan, artinya membahas perihal cara hati dalam menepis dan menolak semua keinginan agar dipuji, dianggap hebat, dan agar mendapatkan posisi khusus dari orang banyak. Dalam ini, hati perlu pembiasaan secara terus-menerus, diuji dengan berbagai rintangan agar tidak menoleh pada manusia. Sebab, tanpa pembiasaan, memiliki hati yang benar-benar ikhlas akan sulit tercapai. Sebelum manusia menjadikan ikhlas sebagai capaian dalam beramal untuk mendapatkan ridha dari Allah swt, terlebih dahulu ia perlu mengerti perihal pentingnya ikhlas dalam beramal. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman, وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ Artinya “Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena menjalankan agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus benar” QS Al-Bayyinah [98] 5. Pada ayat di atas, Allah memposisikan ikhlas sebagai poin paling penting dalam beribadah, bahkan lebih didahulukan daripada ketaatan. Dengan kata lain, sebelum melakukan ibadah atau amal saleh lainnya, ikhlas seharusnya lebih diperhatikan sebelum melakukan suatu pekerjaan. Imam Abdul Karim bin Hawazin bin Abdul Malik, atau yang juga dikenal dengan sebutan Imam Qusyairi wafat 465 H dalam kitab tafsirnya memposisikan ikhlas di tempat paling atas. Sebab tanpa keikhlasan, semua amal ibadah atau amal saleh tidak bisa diterima oleh Allah, dan hanya menjadi pekerjaan yang tidak memiliki bekas apa pun pada orang yang melakukannya. Lantas, apakah maksud dari ikhlas? Masih dikutip dari pendapat Imam Qusyairi, ikhlas adalah memposisikan Allah sebagai satu-satunya tujuan tanpa memperhatikan yang lain. Atau, bisa juga diartikan tidak memposisikan selain Allah dalam setiap gerak gerik dan diamnya. Ia murni melakukan suatu amal kebaikan hanya untuk Allah, meski kenyataannya untuk kebaikan bersama, atau bahkan untuk orang lain. Dengannya, semua amal ibadah akan suci dari kekurangan, sehingga dengan gampang diterima oleh-Nya. Imam Qusyairi, Lathaiful Isyarat ala Tafsiril Qusyairi, [Mesir, Hai’ah al-Mishriah, cetakan ketiga 1988], juz VIII, h. 95. Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa semua amal kebaikan tanpa keikhlasan tidak akan sempurna dan tidak memiliki nilai khusus atau bahkan tidak akan memiliki perkembangan. Begitu juga dengan adanya keikhlasan, semua amal kebaikan akan berlangsung terus-menerus dan berkelanjutan. Untuk mengetahui hal ini, ada banyak tokoh bahkan para ulama yang karyanya hilang ditelan masa bahkan tidak dikaji dan cenderung tidak dihiraukan, meskipun karya-karya tersebut melebih karya yang lain. Namun sebagaimana penjelasan awal, tanpa kehikhlasan semua amal kebaikan tidak memiliki nilai dan tidak akan berkembang. Kitab Muwattha’ Imam Malik Kisah ini berawal pada masa Imam Malik bin Anas, tepatnya ketika beliau berupaya untuk mengumpulkan hadits-hadits Rasulullah dalam satu kitab yang kemudian menjadi kitab Muwattha’. Secara garis besar, upaya pengumpulan hadits bermula sejak masa Rasulullah dan masa sahabat. Hanya saja, pada masa itu belum ditemukan banyak ulama yang berhasil mengumpulkan dalam satu kitab secara khusus. Sebab, mereka lebih fokus pada pengembangan Islam dan upaya untuk mengislamkan kembali orang-orang yang keluar dari Islam murtad pasca wafatnya Rasulullah. Oleh karenanya, kitab khusus yang berisi hadits Rasulullah saat itu belum ada, meski ada hanya sebagian yang lebih sedikit saja. Pada masa tabiin, Imam Malik terinspirasi untuk menuliskan hadits-hadits Rasulullah dalam satu kitab secara khusus, tepatnya ketika Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur bertemu dengannya ada musim haji. Ia mengaji perihal hadits Rasulullah kepada Imam Malik setelah melakukan ibadah haji. Melihat penjelasan yang sangat luas dan hafalannya yang sangat kuat, Khalifah Abu Ja’far memohon kepadanya untuk menuliskan kitab khusus yang hanya berisi hadits-hadits Rasulullah. Kendati permohonan tersebut datang dari seorang khalifah, Imam Malik tidak langsung mengiyakan permintaannya. Sebab menurutnya, setiap orang memiliki metode dan cara tersendiri untuk mengetahui hadits Rasulullah, sehingga tidak layak jika hanya membatasi hadits sebatas yang ada dalam diri Imam Malik. Akan tetapi, pada akhirnya Imam Malik mencoba mengkodifikasi hadits-hadits Rasulullah menjadi satu sembari mencari hadits-hadits lain yang belum beliau ketahui. Di sela-sela upaya dan perjuangannya untuk mengumpulkan hadits, banyak orang-orang saat itu yang mengomentari dan bahkan hendak menyainginya. Hal itu dengan tujuan agar mendapat pujian dan tepuk tangan dari orang lain. Berbeda dengan Imam Malik, beliau murni ikhlas untuk mengumpulkan hadits dalam satu kitab, tanpa sedikit pun terbesit dalam benaknya untuk mendapatkan pujian dari orang lain. Kisah ini diabadikan oleh Imam Abdurrahman bin Abu Bakar Jalaluddin as-Suyuthi wafat 911 H dalam salah satu kitabnya, bahwa ikhlas memiliki posisi khusus yang tidak akan pernah terkalahkan oleh yang lainnya. Imam Suyuthi mengatakan, وَقَدْ صَنَّفَ اِبْنُ أَبِي ذَئْبٍ بِالْمَدِيْنَةِ مُوَطَّأً أَكْبَرَ مِنْ مُوَطَّأِ مَالِكٍ حَتَّى قِيْلَ لِمَالِكٍ مَا الْفَائِدَةُ فِي تَصْنِيْفِكَ؟ قَالَ مَا كَانَ لِلهِ بَقِىَ Artinya, “Sungguh Ibnu Abi Dza’bi di kota Madinah telah menyusun kitab Muwattha' yang lebih besar dari kitab Muwattha’-nya Imam Malik, hingga ditanyakan kepadanya, Apa faedah dalam karyamu Muwattha’ ini?’ Imam Malik menjawab, Apa kitab yang karena Allah akan abadi’.” Imam Suyuthi, Tadzribur Rawi fi Syarhi Taqribin Nawawi, [Darut Thayyibah, tahqiq Syekh Abu Qutaibah], juz I, halaman 89. Kisah ini mengingatkan kita betapa pentingnya ikhlas dalam beramal, bahkan kitab yang membahas dengan detail dan lebih luas akan kalah dengan kitab yang lebih sedikit dan lebih ringkas disebabkan tidak adanya keikhlasan. Oleh karenanya, ikhlas menempati posisi paling penting dalam sebuah ibadah maupun amal saleh lainnya. Selain kisah di atas, ada kisah lain yang memposisikan ikhlas di ruang paling inti. Kisah ini menjadi salah satu teladan bagi manusia, bahwa keabadian dalam beramal atau berkarya khususnya tergantung bagaimana memposisikan ikhlas. Jika Allah yang menjadi pokok paling inti dalam amalnya, maka upaya dan jerih payahnya akan berkelanjutan bahkan sampai hari kiamat tidak akan terputus. Syekh Shanhaji dan Ikhlasnya dalam Berkarya Siapa yang tidak kenal dengan kitab ­Matan al-Ajurumiah atau biasa cukup disebut Jurumiyah? Salah satu kitab nahwu yang sangat populer dalam dunia pendidikan, khususnya pesantren. Kitab sederhana dan ringkas ini menjadi pelajaran pokok di hampir semua pondok pesantren. Penjelasannya tidak terlalu luas dan lebar, akan tetapi manfaat dan berkah di dalamnya sangat banyak. Bahkan, orang-orang yang hendak bisa baca kitab kuning, terlebih dahulu mempelajari kitab ini. Luasnya manfaat dan banyaknya keberkahan kitab Jurumiyah tidak lepas dari peran penulis yang begitu ikhlas ketika menulis. Ia berupaya menghilangkan manusia dalam benak pikirannya dan murni menjadikan Allah sebagai tujuannya. Ia tidak membutuhkan pujian maupun tepuk tangan dari orang lain, yang ia inginkan hanyalah ridha dari Allah swt. Penulisnya adalah Syekh Shanhaji. Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Muhammad bin Ajurrum as-Shanhaji. Beliau dilahirkan di kota Fes, Maroko, tahun 672 H, dan wafat pada tahun 723 H. Namanya dikenang sepanjang masa disebabkan karyanya yang sangat sederhana namun ada keikhlasan di dalamnya, sehingga karyanya terus berlanjut dan dipelajari oleh umat Islam. Imam Kafrawi dalam Syarah kitab Jurumiyah, menyebutkan perihal keikhlasan Syekh Shanhaji ketika menulis kitabnya. Menurutnya, ketika Syekh Shanhaji hendak menulis kitabnya, ia menghadap kiblat dan memohon kepada Allah untuk memberikan manfaat dan keberkahan di dalam karyanya. Ketika beliau berhasil merampungkannya, beliau justru membuang kitab yang sudah ditulisnya ke tengah lautan, kemudian berkata, اِنْ كَانَ خَالِصًا لِوَجْهِ اللهِ تَعَالَى فَلَا يَبْلُ Artinya, “Apabila kitab ini murni ikhlas semata karena Allah swt, maka tentu tidak akan basah” Imam Kafrawi, Syarah al-Ajurumiyah, [Maktabah al-Hidayah, Surabaya], h. 27. Atas izin Allah dan berkat keikhlasan Syekh Shanhaji dalam beramal, kitab Ajurumiyah yang ditulisnya tidak basah sedikit pun, bahkan banyaknya air di samudera tidak membekas pada kitab tersebut. Ajurumiyah tetap utuh sebagaimana sebelum dilempar pada lautan. Masyaallah. Dua kisah di atas, semoga bisa menjadi pelajaran bagi kita, bahwa ikhlas menjadi penentu suatu usaha akan terus berlanjut atau tidak, terus berkembang dan tidak. Kitab Muwattha’ yang ditulis oleh Ibnu Abi Dza’bi dengan penjelasan yang sangat luas dan detail, justru kalah keberkahannya dengan kitab Muwattha’ yang ditulis oleh Imam Malik, sekalipun penjelasan dan isinya lebih ringkas dan sederhana. Kita bisa melihat saat ini, Muwattha’ Imam Malik begitu manfaat bagi umat Islam, bahkan tidak sedikit para ulama yang mensyarahi kitab ini. Begitu juga dengan kitab Ajurumiyah, kitab kecil dan sangat ringkas dalam ilmu nahwu begitu berkembang dan berkelanjutan, tidak sedikit para ulama yang mensyarahi menjadi kitab yang lebih luas dan lebih detail. Meski demikian, syarah-syarah Jurumiyah tidak mempengaruhi keberkahannya, ia tetap menjadi kitab pokok sekali pun sudah disyarahi berjilid-jilid. Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.

KhutbahJumat tentang Ikhlas yang diajarkan agama. (Foto: Freepik) Beramal dengan sebaik-baiknya (Itqaan Al-amal). Seorang muslim yang mengaku ikhlas melakukan sesuatu harus membuktikannya dengan menjalankan perbuatan itu dengan sebaik baiknya tidak boleh sembarangan. Amal tidak ada kaitannya dengan honor atau imbalan sehingga salah bila
Berikut Materi Khutbah Jumat Singkat Tentang Ikhlas Ruh Ibadah yang kami catat dari Khutbah Jumat yang disampaikan Ustadz Abdullah Zaen, Hafidzahullahu Ta’ala. Download PDFnya di Materi Khutbah Jumat Singkat Tentang Ikhlas Ruh IbadahApa itu ikhlas?Apa Tanda-tanda ikhlas?1. Perilakunya sama ketika sedang sendirian atau ketika dilihat oleh orang lain2. Apabila dia dipuji atau dicela dia tetap beramal shalihKhutbah Jumat Singkat Tentang Ikhlas Ruh Ibadah3. Merasa tenang setelah beramalVideo Khutbah Jumat Singkat Tentang Ikhlas Ruh Ibadah إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً. أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرُ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ. Jama’ah jumat rahimakumullah.. Marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan ketakwaan yang sebenar-benarnya, yaitu dengan mengamalkan apa yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan oleh RasulNya Shallallahu Alaihi wa Sallam serta menjauhi apa yang dilarang oleh Allah Azza wa Jalla dan oleh RasulNya صلى الله عليه وعلى اله وصحبه وسلم. Jamaah jumat yang semoga senantiasa dimuliakan Allah.. Semangat di dalam memperbanyak ibadah adalah sebuah kemuliaan. Apalagi disaat kebanyakan orang tidak peduli dengan amal shalih, bahkan membenci orang-orang yang shalih. Orang-orang yang tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah di masjid saat sebagian orang seakan telinganya tersumpal jika mendengar panggilan muadzin. Orang-orang yang rela menahan lapar dan dahaga untuk menjalankan puasa Ramadhan saat sebagian orang tanpa malu sedikitpun menghisap rokok di pinggir-pinggir jalan. Orang-orang yang tergerak menginfakkan banyak hartanya saat sebagian orang menggenggam erat-erat hartanya seakan tidak rela serupiah pun lepas dari genggamannya. Orang-orang yang tekun membaca dan menghafal Al-Qur’an saat sebagian orang menghabiskan berjam-jam waktunya untuk menonton acara tak bermanfaat di televisi. Itulah orang-orang yang istimewa. Namun.. Walaupun demikian, ada satu hal penting yang tidak boleh diabaikan oleh para pelaku amal shalih dan para pegiat ibadah. Sebab satu hal penting itulah salah satu yang akan menentukan diterima atau tidaknya amal dia, faktor penentu bermanfaat atau tidaknya amal dia, faktor penentu apakah amal dia akan membuahkan surga atau justru neraka. Faktor terpenting itu adalah keikhlasan niat. Kaum muslimin dan muslimat yang kami hormati.. Apa itu ikhlas? Ikhlas artinya adalah memurnikan tujuan ibadah hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala saja. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّـهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ… “Mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam agama yang lurus…” QS. Al-Bayyinah[98] 5 Ikhlas adalah ruh atau nyawanya sebuah amalan. Sehingga amalan atau ibadah yang kosong dari keikhlasan bagaikan jasad yang tidak bernyawa alias bagaikan bangkai. Pantaskah kita mempersembahkan bangkai kepada Rabbul Alamin? Maka perhatian kita kepada keikhlasan niat dalam beramal seharusnya tidak kalah besar dibandingkan perhatian kita di dalam menjaga semangat di dalam beramal. Perhatikan niat ikhlas kita sebelum beramal, ketika beramal dan sesudah beramal. Sebelum beramal kebajikan apapun, cek dulu niat kita, apakah keikhlasan sudah hadir di dalam hati kita atau belum? Apabila belum, maka tata terlebih dahulu niat ini setelahnya baru mulailah untuk beramal. Ketika sedang beramal, awasi terus niat ini. Sebab setan berusaha keras untuk merusak keikhlasan kita. Bila niat yang awalnya sudah ikhlas, tengah-tengah beramal mulai melenceng, maka luruskan kembali, murnikan kembali dan teruslah dalam perjuangan mengawal keikhlasan niat. Sesudah beramal, waspadai.. Waspadai munculnya perasaan takjub dan bangga diri terhadap amal ibadah yang sudah kita kerjakan. Sebab penyakit-penyakit hati tersebut bisa merontokkan pahala yang sudah didapatkan oleh seorang hamba. Jamaah jumat yang dirahmati Allah.. Apa Tanda-tanda ikhlas? Ikhlas adalah amalan hati, sesuatu yang bersifat rahasia dan tersembunyi. Akan tetapi para ulama kita menjelaskan bahwa keikhlasan itu keberadaannya bisa dirasakan melalui berbagai tanda yang terlihat. Apa saja tanda-tanda tersebut? Diantaranya 1. Perilakunya sama ketika sedang sendirian atau ketika dilihat oleh orang lain Tanda yang pertama, orang ikhlas adalah perilakunya sama ketika sedang sendirian atau ketika dilihat oleh orang lain. Apabila saat dilihat orang dia menjalankan shalat lima waktu dengan baik, kemudian ketika dia sendirian yang dia lakukan sama seperti ketika dia dilihat oleh orang lain, maka itu adalah pertanda keikhlasan. Sebab hal terpenting di mata dia adalah bahwa Allah melihat apa yang dia kerjakan sekalipun seluruh manusia tidak melihatnya. …وَإِن تُحْسِنُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّـهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا ﴿١٢٨﴾ “Apabila kalian berbuat baik, apabila kalian bertakwa, sungguh Allah maha mengetahui apa yang kalian kerjakan.” QS. An-Nisa[4] 128 Dikisahkan dalam kitab Lathaiful Ma’arif karya Imam Ibnu Rajab Rahimahullah bahwa dahulu ada seorang ahli ibadah yang setiap tahunnya selalu berangkat haji dan istimewanya dia berangkat haji dengan berjalan kaki, menempuh jarak ribuan kilometer sehingga banyak orang yang berdecak kagum dengan semangat ahli ibadah tersebut. Saat dia pulang kerumah, suatu malam dia sedang berbaring istirahat. Tiba-tiba dia oleh ibunya, ibunya kehausan ingin minum segelas air. Maka sang ibu pun minta tolong kepada anaknya si ahli ibadah. Ahli ibadah itu mau bangkit dari tempat tidurnya rasanya berat, padahal dapur cuma jarak beberapa meter saja. Kemudian dia merenung, kenapa saat aku berhaji berjalan kaki dengan jarak ribuan kilometer kaki ini terasa ringan untuk dilangkahkan sedangkan malam ini aku hanya berjalan beberapa meter kaki terasa berat. Ada apa dengan kakiku ini? Dia merenung kemudian dia temukan ternyata selama ini dia semangat, kaki terasa ringan walaupun berjalan ribuan kilometer, karena selama itu banyak orang memujinya, banyak orang melihatnya, banyak orang berdecak kagum. Adapun malam ini, tidak ada satupun yang melihat dia, tidak ada satu pun yang memujinya, sehingga kaki ini terasa berat untuk melangkah walaupun hanya beberapa meter saja. Saat itulah dia tersadar ternyata ibadah besar yang dia lakukan belum ikhlas di dalam menjalankannya. 2. Apabila dia dipuji atau dicela dia tetap beramal shalih Tanda seseorang ikhlas atau tidak dalam beramal yaitu ketika dia dipuji dia beramal namun ketika dicela dia pun beramal. Seorang yang beramal shalih kemudian ternyata tidak ada satu orang pun yang memujinya lalu berakibat dia berhenti untuk beramal shalih, ini tandanya niat dia belum ikhlas. Sebab yang dia cari adalah pujian manusia, bukan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di dalam Al-Qur’an diceritakan salah satu karakter, salah satu ciri khas calon penghuni surga adalah وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا ﴿٨﴾ “Calon penghuni surga adalah mereka yang gemar berbagi makanan yang dia sukai, berbagi makanan favoritnya, berbagai makanan kesenangannya...” Kepada siapa? مِسْكِينًا “Kepada orang miskin.” وَيَتِيمًا “Kepada anak yatim.” وَأَسِيرًا “Dan kepada para tawanan.” Lihat baik-baik ayat selanjutnya. Apa motivasi dia berbagi makanan? إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّـهِ… “Kami berbagi makanan kepada kalian adalah semata-mata mengharapkan ridha Allah dan wajah Allah..” …لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا ﴿٩﴾ “Kami tidak mencari balasan dari kalian dan kami juga tidak menunggu ucapan terima kasih dari kalian.” QS. Al-Insan[76] 9 أقول قولي هذا، وأستغفر الله لي ولكم ولجميع المسلمين والمسلمات، فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم. Khutbah Jumat Singkat Tentang Ikhlas Ruh Ibadah اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ وَالعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ وَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِيْنَ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى المَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ وَحُجَّةً عَلَى الخَلْقِ أَجْمَعِيْنَ مَا مِنْ خَيْرٍ إِلَّا وَدَلَّنَا عَلَيْهِ وَمَا مِنْ شَرٍّ إِلَّا وَحَذَّرَنَا مِنْهُ صَلَوَاتُ رَبِّي وَسَلَامَةُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِيْنَ وَصَحَابَتِهِ المَيَامِيْنِ وَعَلَى مَنِ اقْتَفَى أَثَرَهُمْ وَسَارَ عَلَى هَدْيِهِمْ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ. أَمَّا بَعْدُ Ibadallah.. 3. Merasa tenang setelah beramal Allah Subhanahu wa Ta’ala maha membalas amal shalih hambaNya. Dan diantara bentuk balasan tersebut adalah Allah akan mencurahkan ketenangan batin dan kebahagiaan jiwa yang dirasakan hamba setelah beramal. Sampai taraf dia tetap merasakan ketenangan hati sekalipun dia kehilangan segala sesuatu. Sebaliknya, dia akan merasa sedih dan galau saat kehilangan ketenangan tersebut walaupun dia memiliki segala sesuatu. Maka apabila setelah beribadah ternyata kita tidak merasakan ketenangan batin, setelah beribadah kita tidak merasakan kedamaian jiwa, setelah beribadah kita tidak merasakan ketentraman, maka berarti ada sesuatu yang bermasalah di dalam ibadah yang kita kerjakan. Dan salah satunya adalah karena mungkin kekurangikhlasan kita didalam menjalankan ibadah tersebut. Maka perbaikilah sebelum terlambat. هذا؛ وصلوا وسلموا –رحمكم الله– على الصادق الأمين؛ كما أمركم بذلك مولاكم رب العالمين، فقال سبحانه “إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً”. اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد, اللهم بارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد. ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين آمنوا ربنا إنك رؤوف رحيم ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين. أقيموا الصلاة… Video Khutbah Jumat Singkat Tentang Ikhlas Ruh Ibadah Sumber video Yufid TV – Khutbah Jum’at – Ikhlas, Ruh Ibadah – Ustadz Abdullah Zaen, Lc., MA. Mari turut menyebarkan materi Khutbah Jumat Singkat ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..
Dalamrangka meningkatkan taqwa kita kepada Allah, kita perlu melakukan ibadah dengan ikhlas, setulus hati. Tujuan kita diciptakan oleh Allah subhânau wa ta'âlâ tiada lain kecuali untuk beribadah atau mempersembahkan semua gerak tubuh kita sepanjang hidup hanya karena Allah subhânau wa ta'âlâ. Allah berfirman: 1. Khutbah Hadirin Sidang Jumat Hadirin Sidang Jumat Hadirin jamaah Jumat Rohimakumullah2. Khutbah II Ikhlas merupakan salah satu aspek diterimanya amal ibadah. Padahal hidup kita ini tidak lain adalah supaya digunakan untuk beribadah. Oleh karena itu khutbah Jumat kali ini akan membahas tentang ikhlas dalam beribadah. اَلْحَمْدُ لله، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ نَبِيَّهُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّذِيْ أَنْعَمَ عَلَيْنَا بِأَنْوَاعِ امْتِنَانِهِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا ﷺ الَّذِيْ جَعَلَهُ اللهُ خَيْرَ خَلْقِهِ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ﷺ اَشْرَفِ عِبَادِهِ. أَما بعد فَيَا عِبَادَ اللهِ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ Hadirin Sidang Jumat Rohimakumulloh. Pada kesempatan kali ini, di hari Jumat yang penuh berkah, tak henti-hentinya kami mengingatkan pada diri kami sendiri begitu juga hadirin sekalian untuk senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita dengan cara istiqomah menjalankan segala perintah Allah SWT. dan menjauhi segala apa yang dilarang oleh Allah SWT. Allah SWT. telah menegaskan dalam Al-Quran akan mengangkat derajat orang yang beriman, taat dan patuh kepada-Nya, melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, berusaha menciptakan suasana damai, aman, dan tenteram dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Hal ini termaktub dalam Al-Qur’an surat al-Mujadalah ayat 11 يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَكُمْۚ وَاِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ Artinya “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha teliti apa yang kamu kerjakan.” Hadirin Sidang Jumat Rahimakumullah Status hamba merupakan status tertinggi bagi makhluk ciptaan Allah SWT. Bahkan ketika Nabi Muhammad SAW. diberi pilihan apakah ingin menjadi raja dan rasul ataukah menjadi hamba dan rasul, beliau menjawab hanya ingin menjadi hamba dan rasul. Dalam Al-Qur’an disebutkan وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ Artinya “Dan saya tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” QS Adz-Dzâriyât 56 Akan tetapi, dalam rangka memenuhi panggilan Allah SWT. sebagai hamba yang sejati, keikhlasan dalam beribadah merupakan harga mati yang harus tertanam dalam sanubari seorang hamba. Maka dari itu pada kesempatan khutbah Jumat kali ini, Khotib akan menyampaikan tentang pentingnya ikhlas dalam beribadah. Allah SWT. Berfirman dalam Al-Qur’an قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ كَمَا بَدَأَكُمْ تَعُودُونَ Artinya “Katakanlah, Tuhanku menyuruhku untuk berlaku adil. Dan hadapkanlah wajahmu kepada Allah pada setiap shalat, dan sembahlah Dia dengan mengikhlaskan ibadah semata-mata hanya kepada-Nya. Kamu akan dikembalikan kepada-Nya sebagaimana kamu diciptakan semula.” QS al-A’raf 29 Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa dalam beribadah harus disertai dengan keikhlasan. Dalam sebuah hadist disebutkan عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رضي الله عنه قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ إنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ – وَفِي رِوَايَةٍ بِالنِّيَّةِ – وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى ، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ، فَهِجْرَتُهُ إلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا ، فَهِجْرَتُهُ إلَى مَا هَاجَرَ إلَيْهِ. “Dari Umar Ibn Khaththab Radiallahuanhu, ia berkata; Aku mendengar Rasulullah Salaulahu Alaihi Wasalam bersabda Sahnya suatu amal itu tergantung dengan niatnya, dan bagi setiap orang balasannya sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barangsiapa berhijrah dengan niat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka ia mendapatkan balasan hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa berhijrah dengan niat kepada keuntungan dunia yang akan diperolehnya, atau wanita yang akan dinikahinya, maka ia mendapatkan balasan hijrahnya kepada apa yang ia niatkan tersebut” Nilai amal seorang hamba tergantung pada niatnya, jika amal yang dilakukan diniatkan murni untuk mendapatkan ridho Allah SWT. dan Rasul-Nya maka itulah yang ia dapatkan, akan tetapi sebaliknya, jika amal yang dilakukan untuk kepentingan dunia, maka hasilnyapun akan ia dapatkan saat di dunia belaka, sementara di akhirat ia tidak akan mendapat apa-apa. Hadirin jamaah Jumat Rohimakumullah Tujuan utama beribadah adalah untuk mendapat keridhoan Allah Swt. Menyertakan niat lain seperti berangkat haji untuk mendapat panggilan pak haji, bersedekah supaya terlihat kaya dan dermawan, demikian itu dapat menghilangkan pahala ibadah, bahkan pelaku dianggap berdosa karena dua hal, menipu pandangan orang lain dengan mengatasnamakan agama atau sering disebut dengan politisasi agama dan menghina Allah Swt. sebab, ia lebih mementingkan makhluk dari pada Allah Swt. Terakhir semoga kita diberikan petunjuk dan bimbingan oleh Allah SWT. agar menjadi golongan hamba Allah yang ikhlas dalam beribadah. بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم Khutbah II اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ . اللَّهُمَّ إِنِّا نَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبَرَصِ وَالْجُنُونِ وَالْجُذَامِ وَ مِن سَيِّئِ الأَسْقَامِ. إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ​​​​​​​عِبَادَ اللهِ إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر Baca juga Khutbah Jumat Haji dan Keutamaannya Subscribe juga Youtube Pondok Lirboyo Khutbah Jumat Ikhlas dalam Beribadah 4 Kebiasaankita juga menganggap maksiat bahkan dosa besar sebagai hal yang biasa. Lebih-lebih ada yang tidak beriman pada Allah, maka kelalaiannya sampai pada taraf yang sempurna, tidak mengingat akhirat sama sekali, hidupnya layaknya binatang ternak, hanya paham makan, minum, tidur, bersenang-senang dan istirahat.
Assalamualaikum. Pada kesempatan kali ini kita akan membahas mengenai ceramah singkat tentang ikhlas. Baca juga Bahasan Al Bayyinah ayat 5Pidato Singkat tentang InfaqKeutamaan Membaca al-QuranKeutamaan Membaca al-Qur'an beserta DalilnyaSikap Teladan Nabi NuhCara Mengusir Jin Kiriman OrangContoh Pridato Isra' Mi'raj 2022Contoh teks pidato tentang Rasulullah sebagai suri tauladan Kultum Singkat tentang Zakat Beserta DalilnyaCeramah Singkat tentang Hijrah dan IstiqomahSifat Arsy Allah Penuturan Ibnu KatsirMalaikat dan Tugas-tugasnya lengkap dan menarikMalaikat Lebih Unggul dari pada Manusia? Perbedaan PendapatKisah Diciptakannya Jin dan SetanKisah Diciptakannya Nabi Adam dan Hawa Ayat-ayat dan Keunggulan Berikut ini Ceramah singkat tentang ikhlas. Judul “Beribadah kepada Allah harus lah dengan ikhlas” السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَ صَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِ مَحَمَّدٍ الطَّاهِرِيْنَ وَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ الصَّحَابَةَ وَ التَّابِعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ Puji dan syukur mari sama-sama kita panjatkan kehadirat Allah swt. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahlimpahkan kepada baginda alam Nabi kita Muhammad saw. Tidak lupa kepada keluarga dan para sahabatnya serta semoga sampai kepada kita selaku umatnya. Aamiin. Para hadirin yang saya hormati. Senang sekali hati ini dapat berkumpul bersama dalam maqom yang sangat mulia yaitu majelis ilmu ini. Pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang “Beribadah kepada Allah harus lah dengan ikhlas”. Bapak ibu sekalian. Bukan kah kita diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah? Semua pasti tahu itu. Tetapi, ibadah tidak hanya sekedar ibadah. Ibdaha kepada Allah harus lah ikhlas. Apa maksudnya ikhlas dalam beribadah? Allah swt telah berfirman dalam al-Quran surat al-Bayyinah ayat 5. وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ Artinya Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena menjalankan agama, dan juga agar melaksanakan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang luruh benar. Para hadirin yang saya hormati. Ayat tersebut menjelaskan kepada kita beberapa hal. Pertama, Allah hanya memerintahkan makhluknya untuk beribadah hanya kepada Allah. Kedua, ibadah seseorang harus lah ikhlas, artinya bersihnya ibadah kita dari hal-hal yang dapat merusaknya. Misalnya riya dan sum’ah. Keduanya adalah diantara hal-hal yang dapat merusak amal ibadah kita. Ketiga, kita harus berpaling dari agama atau ajaran lain. Kita harus condong kepada Islam, kepada apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad yang diwarisi oleh para Ulama. Keempat, bukti ibadah kita yang ikhlas adalah melaksanakan shalat dan menunaikan zakat pada waktunya. Itu lah agama Allah. Iman yang dibuktikan dengan amal soleh yang terwujud dalam shalat, zakat, dan syariat Islam lainnya. Para hadirin yang saya hormati. Itu lah yang dapat saya sampaikan. Semoga ada manfaatnya. Akhir kata saya ucapkan maaf dan terimakasih. وَ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ Sekian saja pembahasan mengenai ceramah singkat tentang ikhlas dalam beribadah. Semoga bermanfaat.
Jumat 5 Agustus 2022, 10:14 AM. Khutbah Jumat Singkat 2022, Tentang Hari Asyura Terbaru. Jabarekspres.com- Hari Asyura atau hari kesepuluh di bulan Muharram, merupakan hari yang istimewa di bulan ini. ada beberapa anjuran Nabi yang bisa dilakukan di bulan Muharram ini. berikut adalah khutbah jumat singkat tentang bulan Muharram. Diberikan kesempatan dan kekuatan untuk melakukan ibadah adalah nikmat yang harus disyukuri umat Islam. Karena tidak sedikit yang justru merasa berat dalam berkegiatan, termasuk ibadah. Akan tetapi, memiliki semangat dan ghirah tinggi dalam beribadah saja tidaklah cukup. Yang juga harus ditanamkan kala beramal dan ibadah adalah ikhlas murni hanya karena Allah SWT. Materi ini dapat disebar dan gandakan untuk dibaca dan disampaikan kalangan lain. Semoga menjadi tambahan kebaikan. Redaksi Khutbah I اَلْحَمْدُ لله، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ نَبِيَّهُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّذِيْ أَنْعَمَ عَلَيْنَا بِأَنْوَاعِ امْتِنَانِهِ أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا ﷺ الَّذِيْ جَعَلَهُ اللهُ خَيْرَ خَلْقِهِ اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ﷺ اَشْرَفِ عِبَادِهِ أَما بعد فَيَا عِبَادَ اللهِ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ Jamaah Jumat yang Mulia Saya berpesan kepada pribadi, juga kepada hadirin sekalian, marilah terus berusaha meningkatkan takwa kepada Allah dengan mematuhi semua perintah dan menjauhi aneka macam larangan-larangan-Nya. Hadirin Hafidhakumullâh Dalam rangka meningkatkan takwa kita kepada Allah, kita perlu melakukan ibadah dengan ikhlas, setulus hati. Tujuan kita diciptakan oleh Allah Subhânau Wa Ta’âlâ tiada lain kecuali untuk beribadah atau mempersembahkan semua gerak tubuh kita sepanjang hidup hanya karena Allah Subhânau Wa Ta’âlâ. Hal tersebut sebagaimana firman Allah SWT berikut ini وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ Artinya Dan saya tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku. QS Adz-Dzâriyât 56 Bukan berarti selama 24 jam kita hanya boleh menghabiskan waktu untuk shalat dan membaca Al-Quran saja, semisal. Namun sekolah, belajar di pesantren, bekerja mencari nafkah, membantu orang tua, berbaik budi kepada teman, makan, minum dan sejenisnya bisa juga bernilai ibadah tergantung niat kita. Semua itu merupakan bagian dari ibadah, persisnya ibadah ghairu mahdlah. Ibadah baik mahdlah maupun ghairu mahdlah, masing-masing membutuhkan niat yang ikhlas, murni karena Allah. Jika tidak mampu ikhlas secara penuh, seseorang hanya akan diberi pahala dengan presentase sebesar mana ikhlasnya. Jika persentase ikhlas seseorang dalam hati hanya sebesar 40 persen, selebihnya dia berniat bukan karena Allah—untuk tujuan supaya mendapatkan materi, misalnya—niscaya ia hanya akan mendapatkan balasan dari 40 persen niatnya tersebut. Artinya kadar balasan keikhlasan seseorang bergantung pada persentase ikhlasnya dalam hati. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Shahih Bukhari yang pertama kali disebut, riwayat dari Sayyidina Umar bin Khattab Radliyallâhu Anh إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى Artinya Sesungguhnya amal-amal itu tergantung dengan niatnya. Dan setiap orang tergantung atas apa yang ia niatkan. Abdurrahman bin Abdussalam ash-Shafûriy dalam kitabnya Nuzhatul Majâlis mengisahkan petuah Syekh Ma’ruf al-Karkhi sebagai berikut وَقَالَ مَعْرُوفْ الْكَرْخِي مَنْ عَمِلَ لِلثَّوَابِ فَهُوَ مِنَ التُّجَّارِ Artinya Barang siapa beramal supaya dapat pahala, maka ia bagaikan orang yang sedang berdagang. Maksudnya, yang bersangkutan beramal dengan angan-angan mendapatkan keuntungan itu seolah-olah seperti sedang tukar-menukar, yakni amal dengan pahala. وَمَنْ عَمِلَ خَوْفاً مِنَ النَّارِ فَهُوَ مِنَ الْعَبِيْدِ Artinya Barang siapa melakukan sebuah tindakan karena takut neraka, ia termasuk hamba Allah. وَمَنْ عَمِلَ للهِ فَهُوَ مِنَ الْأَحْرَارِ Artinya Dan barang siapa yang bertindak karena Allah semata, ia merupakan orang yang merdeka. Orang yang ikhlas, diibaratkan dalam hadits qudsiy seperti tangan kanan memberikan sesuatu, namun tangan kirinya tidak sampai tahu. Maksudnya, amal-amal baik seharusnya kita sembunyikan serapat mungkin hingga kepada orang terdekat pun. Uwais al-Qarni, salah satu orang shalih yang hidup pada zaman Nabi Muhammad walupun beliau tidak pernah bertemu secara fisik dengan Nabi mengatakan “Orang yang mendoakan saudaranya atas tanpa sepengetahuan yang didoakan itu lebih baik daripada mengunjungi rumahnya, silaturahim, dan bertemu secara langsung. Bagaimana bisa demikian? Ya, karena orang yang bertemu secara langsung, mengunjungi secara langsung, terdapat kemungkinan unsur riya atau pamer menyelinap pada hati orang yang mendoakan. Namun jika mendoakan tanpa sepengetahuan saudara yang kita doakan, itu ibadah yang benar-benar ikhlas. Ada orang di tengah keheningan malam, dalam kamar sendirian, menyebut nama-nama saudaranya kemudian mendoakan mereka. Inilah di antara contoh ikhlas yang betul-betul ikhlas. Bahkan dalam hadits dikisahkan, orang yang mendoakan saudaranya seperti demikian, akan mendapatkan doa balik yang sama sebagaimana yang ia panjatkan, ia didoakan serupa dari malaikat. Malaikat mendoakan dengan kalimat وَلَكَ بِمِثْلٍ kamu juga akan mendapatkan sebagaimana yang kamu panjatkan Hadirin yang Mulia Ada sebuah kisah isrâîliyyat dalam kitab Ihya’ Ulumiddin. Imam al-Ghazali bercerita, terdapat satu kaum penyembah pohon. Salah seorang ahli ibadah yang mengetahui fenomena ini hendak menghancurkan tempat peribadatan penyembahan pohon tersebut. Pada hari pertama saat hamba tersebut datang, iblis menghadang. “Sudahlah, kamu jangan potong ini pohon. Andai saja kamu potong, penyembah-penyembahnya akan bisa mencari tuhan sejenis. Percuma kamu potong. Sudahlah, kamu beribadah sendiri saja sana!” goda iblis pada ahli ibadah. Mendapat penghadangan demikian, ahli ibadah ini marah. Ia kemudian menghantam tubuh iblis yang datang menjelma sebagai sosok orang tua. Iblis pingsan seketika. Iblis tak patah arang. Iblis mencoba melanjutkan godaannya bisikannya yang kedua. “Begini saja, kamu ini hamba yang melarat. Kamu beribadah saja sana kepada Allah, setiap malam kamu akan aku kasih uang dua dinar. Kamu ini bukan rasul. Kamu bukan utusan Tuhan. Biarkan rasul saja yang bertugas memotong pohon ini!” rayu Iblis. Ahli ibadah terbujuk rayu. Ia terbuai dengan bujuk rayu setan. Ia membayangkan, bagaimana ini tidak solusi yang indah. Pohon akan ada yang motong. Ia tetap bisa beribadah kepada Allah, sedangkan kemelaratannya akan segera berakhir. Ia tinggalkan lokasi. Ia beribadah di malam harinya. Pagi harinya, ia temukan dua dinar secara tiba-tiba. Hadirin, pada hari ketiga, iblis ternyata tidak menunaikan janjinya. Sekarang, iblis tidak lagi mengirim uang dua dinar. Atas tipuan ini, karena merasa kesal atas perilaku iblis yang berbohong, hamba yang ahli ibadah menjadi naik pitam. Darahnya mendidih. Ia kembali tergerak untuk meruntuhkan pohon yang disembah masyarakat sekitar yang baru saja ia urungkan kemarin hari. Saat akan memotong, ia kembali dihalangi iblis. Kemarin lusa, pada hari pertama, saat terjadi duel, ia yang menang. Iblisnya jatuh pingsan. Kali ini, ia justru yang pingsan, iblis yang menang. Sebab apa? Ia keheranan. Setelah siuman dari pingsan, hamba ini bertanya kepada iblis. “Bagaimana saya yang kemarin menang, pada hari ini berubah menjadi kalah?” tanyanya. Iblis menjelaskan “Ya, kalau kemarin kamu marah sebab niat hatimu murni, ikhlas karena Allah. Namun pada hari ini kamu marah bukan karena Allah. Hari ini kamu marah sebab tadi malam tidak aku kasih dua dinar. Marahmu bukan karena Allah. Oleh karena itu, aku bisa mengalahkanmu.” Hadirin yang Mulia Dalam sebuah hadits dikisahkan, ada orang yang dikasih kekayaan oleh Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ. Pada hari kiamat, ia ditanya oleh Allah “Apa yang kamu lakukan atas semua kenikmatan yang telah aku berikan?” “Ya Tuhan, aku telah menyedekahkan harta-hartaku sepanjang siang-malam,” jawab hamba ini. Kemudian Allah menjawab balik “Kamu berbohong.” Tidak hanya Allah saja yang menjawab, malaikat pun mengatakan demikian. “Kamu berbohong. Kamu melakukan hal demikian hanya supaya akan kebanjiran komentar masyarakat oh, si fulan ini orang yang tajir, murah hati, suka menolong’.” Akhirnya, amal fulan tersebut menjadi hangus, tidak berbuah sama sekali. Jamaah yang Berbahagia Kata ikhlas dalam Al-Qur’an di antaranya disebut untuk menggambarkan susu yang murni. Susu keluar dari perut hewan yang mana dalam perut hewan terdapat darah dan kotoran, namun susu sama sekali tidak tercampur kedua kotor tersebut. Susu keluar murni sebagai susu. Kita di dunia ini, atas kekotoran-kekotoran yang ada, perlu memurnikan segala perilaku, kita persembahkan kepada Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ. وَإِنَّ لَكُمْ فِي الْأَنْعَامِ لَعِبْرَةً نُسْقِيكُمْ مِمَّا فِي بُطُونِهِ مِنْ بَيْنِ فَرْثٍ وَدَمٍ لَبَنًا خَالِصًا سَائِغًا لِلشَّارِبِينَ Artinya Dan sungguh, pada hewan ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari apa yang ada dalam perutnya berupa susu murni antara kotoran kotoran dan darah, yang mudah ditelan bagi orang yang meminumnya. QS Al An’am 66 Ahli hikmah mengatakan اَلنَّاسُ كُلُّهُمْ هَلْكَى اِلاَّ الْعَالِمُوْنَ، وَالْعَالِمُوْنَ كُلُّهُمْ هَلْكَى اِلاَّ الْعَامِلُوْنَ، وَالْعَامِلُوْنَ كُلُّهُمْ هَلْكَى اِلَّا الْمُخْلِصُوْنَ، وَالْمُخْلِصُوْنَ فِىْ خَطَرٍ عَظِيْمٍ Artinya Semua manusia akan binasa kecuali orang yang berilmu. Semua orang berilmu akan binasa kecuali orang yang mengamalkan ilmunya. Orang yang mengamalkan ilmunya akan binasa kecuali orang yang ikhlas. Mereka yang ikhlas masih dalam kekhawatiran yang agung. Hadirin yang Dimuliakan Allah SWT Dengan demikian, perlu kita ketahui, ikhlas mempunyai definisi sebagai berikut اَلْإِخْلاَصُ هُوَ تَجْرِيْدُ قَصْدِ التَّقَرُّبِ اِلَى اللهِ تَعَالَى عَنْ جَمِيْعِ الشَّوَاهِبِ Artinya Ikhlas adalah memurnikan tujuan taqarrub kepada Allah Ta’âlâ dari segala hal yang mencampurinya. Oleh karena itu, ikhlas menduduki posisi kunci dalam semua kegiatan kita. Mari selalu berusaha dan berdoa kepada Allah, semoga kita dipermudah oleh Allah dalam beribadah dengan balutan ikhlas lillâhi ta’âlâ. بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ العَظِيْمِ، وَجَعَلَنِي وَإِيَّاكُمْ بِماَ فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. إِنَّهُ هُوَ الْبَرُّ التَّوَّابُ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمِ أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشيطن الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ، هُوَ الْحَيُّ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ، الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ Khutbah II الحمد للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ عِبَادَ اللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Terakhirdiperbaharui: Rabu, 06 Januari 2021 pukul 3:00 pm. Tautan: Khutbah Jumat Tentang Ikhlas Ketika Beramal ini merupakan rekaman khutbah Jum'at yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary di Masjid Al-Barkah, Komplek Rodja, Kp. Tengah, Cileungsi, Bogor, pada Jum'at, 4 Rabiul Akhir 1442 H / 20 November 2020 M.
JAKARTA, - Khutbah Jumat paling bagus tentang ikhlas penting untuk ditanamkan pada setiap hati umat Islam serta diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Baca Juga Secara singkat, sifat ikhlas sendiri dapat diartikan sebagai ketulusan niat dalam melaksanakan segala sesuatu dengan ketulusan untuk mengabdi kepada Allah dengan segenap hati, pikiran, dan jiwa seseorang. Dengan bersikap ikhlas ada banyak buah keikhlasan yang didapatkan, antara lain adalah sebab bertambahnya petunjuk, selamat dari siksa neraka, dihindarkan dari kesulitan duniawi dan hal-hal luar biasa lainnya. Berikut ini adalah teks khutbah Jumat tentang ikhlas yang dikutip dari NU Online Khutbah Jumat Paling Bagus tentang Ikhlas اَلْحَمْدُ لله، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ نَبِيَّهُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّذِيْ أَنْعَمَ عَلَيْنَا بِأَنْوَاعِ امْتِنَانِهِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا ﷺ الَّذِيْ جَعَلَهُ اللهُ خَيْرَ خَلْقِهِ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ﷺ اَشْرَفِ عِبَادِهِ. أَما بعد فَيَا عِبَادَ اللهِ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ Hadirin jamaah Jumat hafidhakumullâh, Saya berpesan kepada pribadi saya sendiri, juga kepada para hadirin sekalian, marilah kita terus berusaha meningkatkan taqwa kita kepada Allah dengan mematuhi semua perintah dan menjauhi aneka macam larangan-larangan-Nya. Hadirin hafidhakumullâh, Dalam rangka meningkatkan taqwa kita kepada Allah, kita perlu melakukan ibadah dengan ikhlas, setulus hati. Tujuan kita diciptakan oleh Allah subhânau wa ta’âlâ tiada lain kecuali untuk beribadah atau mempersembahkan semua gerak tubuh kita sepanjang hidup hanya karena Allah subhânau wa ta’âlâ. Allah berfirman وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ Artinya “Dan saya tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” QS Adz-Dzâriyât 56 Bukan berarti selama 24 jam kita hanya boleh menghabiskan waktu untuk shalat dan membaca Al-Quran saja. Namun sekolah, belajar di pesantren, bekerja mencari nafkah, membantu orang tua, berbaik budi kepada teman, makan, minum dan sejenisnya bisa juga bernilai ibadah tergantung niat kita. Semua itu merupakan bagian dari ibadah, persisnya ibadah ghairu mahdhah Ibadah baik mahdlah maupun ghairu mahdlah, masing-masing membutuhkan niat yang ikhlas, murni karena Allah. Jika tidak mampu ikhlas secara penuh, seseorang hanya akan diberi pahala dengan persentase sebesar mana ikhlasnya. Jika persentase ikhlas seseorang dalam hati hanya sebesar 40 persen, selebihnya dia berniat bukan karena Allah, untuk tujuan supaya mendapatkan materi misalnya, niscaya ia hanya akan mendapatkan balasan dari 40 persen niatnya tersebut. Artinya kadar balasan keikhlasan seseorang bergantung pada persentase ikhlasnya dalam hati. Sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih Bukhari yang pertama kali disebut, riwayat dari Sayyidina Umar bin Khattab radliyallâhu anh إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى Artinya “Sesungguhnya amal-amal itu tergantung dengan niatnya. Dan setiap orang tergantung atas apa yang ia niatkan.” Abdurrahman bin Abdussalam ash-Shafûriy dalam kitabnya Nuzhatul Majâlis mengisahkan petuah Syekh Ma’ruf al-Karkhi sebagai berikut وَقَالَ مَعْرُوفْ الْكَرْخِي مَنْ عَمِلَ لِلثَّوَابِ فَهُوَ مِنَ التُّجَّارِ Artinya “Barangsiapa beramal supaya dapat pahala, maka ia bagaikan orang yang sedang berdagang.” Maksudnya, ia beramal dengan angan-angan mendapatkan keuntungan itu seolah-olah seperti sedang tukar-menukar, yakni amal dengan pahala وَمَنْ عَمِلَ خَوْفاً مِنَ النَّارِ فَهُوَ مِنَ الْعَبِيْدِ “Barangsiapa melakukan sebuah tindakan karena takut neraka, ia termasuk hamba Allah.” وَمَنْ عَمِلَ للهِ فَهُوَ مِنَ الْأَحْرَارِ “Dan barangsiapa yang bertindak karena Allah semata, ia merupakan orang yang merdeka.” Orang yang ikhlas, diibaratkan dalam hadits qudsi seperti tangan kanan memberikan sesuatu, namun tangan kirinya tidak sampai tahu. Maksudnya, amal-amal baik kita seharusnya kita sembunyikan serapat mungkin hingga kepada orang terdekat pun. Uwais al-Qarni, salah satu orang shalih yang hidup pada zaman Nabi walaupun beliau tidak pernah bertemu secara fisik dengan Nabi mengatakan, “Orang yang mendoakan saudaranya atas tanpa sepengetahuan yang didoakan itu lebih baik daripada mengunjungi rumahnya, silaturahim, dan bertemu secara langsung. Bagaimana bisa demikian? Ya, karena orang yang bertemu secara langsung, mengunjungi secara langsung, terdapat kemungkinan unsur riya’ pamer menyelinap pada hati orang yang mendoakan. Namun jika mendoakan tanpa sepengetahuan saudara yang kita doakan, itu ibadah yang benar-benar ikhlas. Ada orang di tengah keheningan malam, dalam kamar sendirian, menyebut nama-nama saudaranya kemudian mendoakan mereka. Inilah di antara contoh ikhlas yang betul-betul ikhlas. Bahkan dalam hadits dikisahkan, orang yang mendoakan saudaranya seperti demikian, akan mendapatkan doa balik yang sama sebagaimana yang ia panjatkan, ia didoakan serupa dari malaikat. Malaikat mendoakan dengan kalimat وَلَكَ بِمِثْلٍ kamu juga akan mendapatkan sebagaimana yang kamu panjatkan Hadirin, hafidhakumullâh, Ada sebuah kisah isrâîliyyat dalam kitab Ihya’ Ulumuddin. Imam al-Ghazali bercerita, terdapat satu kaum penyembah pohon. Salah seorang ahli ibadah yang mengetahui fenomena ini hendak menghancurkan tempat peribadatan penyembahan pohon tersebut. Pada hari pertama saat hamba tersebut datang, iblis menghadang. “Sudahlah, kamu jangan potong ini pohon. Andai saja kamu potong, penyembah-penyembahnya akan bisa mencari tuhan sejenis. Percuma kamu potong. Sudahlah, kamu beribadah sendiri saja sana!” goda iblis pada ahli ibadah. Mendapat penghadangan demikian, ahli ibadah ini marah. Ia kemudian menghantam tubuh iblis yang datang menjelma sebagai sosok orang tua. Iblis pingsan seketika. Iblis tak patah arang. Iblis mencoba melanjutkan godaannya bisikannya yang kedua. “Begini saja, Kamu ini hamba yang melarat. Kamu beribadah saja sana kepada Allah, setiap malam kamu akan aku kasih uang dua dinar. Kamu ini bukan rasul. Kamu bukan utusan Tuhan. Biarkan rasul saja yang bertugas memotong pohon ini!” rayu Iblis. Ahli ibadah terbujuk rayu. Ia terbuai dengan bujuk rayu setan. Ia membayangkan, bagaimana ini tidak solusi yang indah. Pohon akan ada yang motong. Ia tetap bisa beribadah kepada Allah, Sedangkan kemelaratannya akan segera berakhir. Ia tinggalkan lokasi. Ia beribadah di malam harinya. Pagi harinya, ia temukan dua dinar secara tiba-tiba. Hadirin, pada hari ketiga, iblis ternyata tidak menunaikan janjinya. Sekarang, iblis tidak lagi mengirim uang dua dinar. Atas tipuan ini, karena merasa kesal atas perilaku iblis yang berbohong, hamba yang ahli ibadah menjadi naik pitam. Darahnya mendidih. Ia kembali tergerak untuk meruntuhkan pohon yang disembah masyarakat sekitar yang baru saja ia urungkan kemarin hari. Follow Berita Celebrities di Google News Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis tidak terlibat dalam materi konten ini.
AllahSWT berfirman dalam al-Qur'an Surat Yusuf ayat 111, yang artinya: "Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. (Al-Qur'an) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang
Khutbah Pertamaالحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ اْلكِتَابَ. أَظْهَرَ اْلحَقَّ بِاْلحَقِّ وَأَخْزَى اْلأَحْزَابَ وَأَتَمَّ نُوْرَهُ، وَجَعَلَ كَيْدَ اْلكَافِرِيْنَ فِيْ تَبَابوَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهَ اْلعَزِيْزِ اْلوَهَّابَ. المَلِكُ فَوْقَ كُلِّ اْلمُلُوْكِ وَرَبَّ الذَّنْبِ وَقَابِلُ التَّوْبِ شَدْيْدُ اْلعِقَابِوَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اْلمُسْتَغْفِرُ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ وَعَلَى اْلآلِ وَاْلأَصْحَابِيَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا .يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًاأمَّا بعدMa’asyiral Muslimin rahimakumullah,Kita sering mendengar kata ikhlas di tengah pergaulan kita sehari-hari. Misalnya, ada yang minta sumbangan kepada kita dengan nominal seikhlasnya. Yaitu sesuai kerelaan hati kata ikhlas merupakan istiah syar’i yang memiliki konsep makna merupakan perkara besar dalam agama ini. Salah satu pilar utama diterimanya suatu amal. Ikhlas tidak sama dengan kerelaan kesempatan khutbah kali ini, kita akan coba berikan gambaran agak detail tentang persoalan ikhlas dalam tinjauan syar’ Muhammad Shalih Al Munajjid menjelaskan bahwa secara bahasa kata ikhlas itu diambil dari kata kerja أخْلَصَ – يُخْلِصُ Akhlasha–yukhlishu dengan bentuk mashdarnya إخلاصا Ikhlaashan yang berarti menjadikan sesuatu menjadi murni dan tidak tidak tercampuri sesuatu yang lainSedangkan secara syar’i, para ulama memberikan beragam definisi. Yang terpenting adalah sebagai berikutImam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,”Ikhlas adalah mengarahkan tujuan ketaatan hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.” [Madarijus salikin 2/91]Imam Al-Jurjani berkata,”Ikhlas adalah memurnikan hati dari segala noda yang mencampuri kemurnian hati tersebut.” [At-Ta’rifat 28]Hudzaifah Al-Mura’isyi rahimahullah berkata,”Ikhlas adalah amalan seorang hamba itu sama antara yang zhahir dan batin.” [at-Tibyan fi Adabi Hamalatil Quran 13]Didapatkan keterangan dari Salafush Shalih sejumlah makna ikhlas, di antaranya adalahMemperuntukkan amal hanya bagi Allah Ta’ala dan tidak ada bagian untuk selain Allah dalam amal amal dari perhatian amal dari segala noda. [Madarijus salikin 91-92][i]Perintah IkhlasMa’asyiral Muslimin rahimakumullah,Kalau kita perhatikan dalam al-Quran dan As-Sunnah banyak terdapat ayat dan hadits yang memerintahkan kepada kaum Muslimin untuk berbuat ikhlas untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala saja dalam melakukan ketaatan dan menjauhi antaranya adalah sebagai berikutDalil Ikhlas Dalam Al-QuranAl-Bayyinah 5وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ -٥-Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena menjalankan agama, dan juga agar melaksanakan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus benar.Az-Zumar 14قُلِ اللَّهَ أَعْبُدُ مُخْلِصاً لَّهُ دِينِي -١٤-Katakanlah, “Hanya Allah yang aku ibadahi dengan penuh keikhlasan kepada-Nya dalam menjalankan agamaku.”Al-An’am 162-163قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ -١٦٢- لاَ شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَاْ أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ -١٦٣-Katakanlah Muhammad, “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam,Tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri Muslim.”Al-Mulk 2الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ -٢-Yang Menciptakan mati dan hidup, untuk Menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun,Allah Ta’ala menjelaskan bahwa tujuan Allah menciptakan kematian dan kehidupan adalah untuk menguji manusia siapakah di antara merena yang paling baik bin Iyadh rahimahullah-ulama Tabiut tabi’in, menjelaskan makna ahsanu amalan / amalan yang paling baik sebagi berikutYaitu amalan yang paling ikhlas dan paling benar / tepat shawwab. beliau ditanya, apakah yang dimaksud dengan yang paling ikhlas dan paling benar / tepat shawwab?Beliau menjawab,”Amal itu bila ikhlas namun tidak benar maka tidak diterima. dan apabila amal itu benar namun tidak ikhlas juga tidak diterima. Sampai amal itu menjadi ikhlas dan benar. Ikhlas yaitu hanya karena Allah dan benar adalah berdasar atas sunnah.”Ibnu Taimiyah memberikan komentar terhadap penjelasan Al-Fudhail dengan mengatakan,”Hal itu merupakan realisasi firman Allah Ta’ala,فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًMaka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhan-nya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhan-nya.” [Al-Kahfi 110] [Majmu’ Fatawa 1/333]Dalil Ikhlas Dalam As SunnahHadits niat dari Umar bin Khathab radhiyallahu anhu,Rasulullah ﷺ bersabda,”Sesungguhnya semua amalan itu tergantung dengan niat. Dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai apa yang dia niatkan.” [Riwayat Al-Bukhari 1 dan Muslim 1907]Hadits riwayat At-Tirmidzi 3590 dan dihasankan oleh Al-AlbaniRasulullah ﷺ bersabda,“Tidak seorang hamba mengatakan,”Laa ilaaha illallah saja secara ikhlas kecuali dibukakan untuknya pintu-pintu langit sampai ke Arsy selama dia menjauhi dosa-dosa besar.”Hadits tentang keutamaan puasa Ramadhan secara ﷺ bersabda,”Siapa saja yang puasa Ramadhan karena iman dan berharap pahala maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [Hadits riwayat Al-Bukhari 38 dan Muslim 760]Hadits tentang keutamaan qiyamullail di bulan Ramadhan secara ikhlasRasulullah ﷺ bersabda,”Siapa saja yang qiyamullail pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala maka akan dampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [Hadits riwayat Al-Bukhari 2685 dan Muslim 1153][ii]Urgensi IkhlasMa’asyiral Muslimin rahimakumullah,Ikhlas menduduki posisi sangat penting dalam kehidupan kaum muslimin hingga sampai pada tingkatan darurat sehingga tidak seorang muslim pun kecuali membutuhkan ini sejumlah hal yang menunjukkan urgensi dari ikhlas bagi setiap Muslim sebagaimana diterangkan oleh Dr. Mahmud As-Sayyid DawudIkhlas adalah senjata yang sesuai bagi seorang Muslim dalam mengarungi pertempuran dalam kehidupan tempur Muslim dalam hidup ini banyak, yaitu perang melawan dirinya sendiri, hawa nafsu dan dunia, perang melawan setan manusia dan jin yang menghalangi antara dirinya dengan peribadahan kepada Ta’ala berfirman dalam surat Al-Fath 18لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًاPertolongan, keberhasilan, kekuasaan dan pembebasan atau turunnya ketenangan dan kebahagiaan itu karena Allah mengetahui dalam diri para sahabat tersebut terdapat iman dan merupakan jalan selamat dari riya’ dan syirik serta siksaan yang diakibatkan oleh kedua hal tersebut pada hari ini sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim 1905 tentang tiga orang yang pertama kali disiksa pada hari kiamat, yaitu orang berilmu atau ahli baca quran qari’, Mujahid yang gugur di medan perang dan orang yang suka berderma, karena mereka tidak merupakan salah satu syarat diterimanya akan diterima dengan dua syarat yaitu pertama harus sesuai dengan syara’. Yang kedua ikhlas mengharap ridha Allah Ta’ala. Ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًMaka siapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia beramal shaleh dan janganlah mensekutukan dengan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya. [Al-Kahfi 110]Ikhlas merupakan bukti bahwa Islam itu tidak hanya memperhatikan persoalan tampilan semata namun memperhatikan esensi sebagai bantahan kepada orang yang menuduh bahwa Islam hanya memperhatikan tampilan lahiriah seperti memanjangkan jenggot dan memendekkan celana. Pria muslim punya tampilan tertentu demikian pula dengan wanita tekanan pada ikhlas membantah tuduhan tersebut karena ikhlas itu perbuatan hati yang tidak ada hubungannya dengan tampilan sama sekali.[iii]Tanda-Tanda KeikhlasanMa’asyiral Muslimin rahimakumullah,Ikhlas itu memiliki tanda-tanda yang nampak pada orang-orang yang ikhlas yang telah disebutkan oleh para ulama, di antaranya adalahTidak suka suka pujian dan beramal untuk agama dalam beramal dan mengharapkan tegar dan tidak suka keras untuk menyembunyikan amal sebaik mungkin secara amal secara yang tersembunyi lebih besar dari amalan yang ini adalah tanda-tanda keikhlasan. Namun menurut Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid, orang yang mempersaksikan keikhlasan dalam keikhlasan dirinya maka ikhlasnya tersebut masih membutuhkan memohon kepada Allah agar menjadikan kita semua sebagai orang-orang yang ikhlas dan agar Allah mensucikan hati kita dan amal kita dari riya’ dan kemunafikan.[iv]Buah IkhlasMa’asyiral Muslimi rahimakumullah,Ikhlas memiliki faedah yang banyak dan buah yang melimpah ketika keikhlasan terwujud dalam hati seorang mukmin yang shalih. Syaikh Muhammad Shalih merinci buah-buah ikhlas dalam satu buku kecil, Al-Ikhlas, namun tidak seluruhnya bisa disampaikan di sini. Di antara buah-buah ikhlas adalahDiterimanya amalIni sebagaimana dalam hadits Abu Umamah Al-Bahili radhiyallahu anhu, dia berkata,”Nabi ﷺ bersabda,”Sesungguhnya Allah tidka menerima amal kecuali bila amal itu murni dan hanya mengharapkan ridha Allah dengan amal tersebut.” [Hadits riwayat An-Nasai 3140 dan dishahihkan oleh Al-Albani]Mendapatkan pahala dan mengubah kebiasaan dan perbuatan mubah menjadi ibadah yang bernilai ini sebagaimana hadits Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu anhu, dia berkata,”Rasulullah ﷺ bersabda,”Sesungguhnya tidaklah kamu menginfakkan suatu nafkah yang dengan nafkah tersebut kamu mengharapkan wajah Allah kecuali kamu diberi pahala karena nafkah tersebut hingga apa yang kamu suapkan pada mulut istrimu.” [Hadits riwayat Al-Bukhari 56 dan Muslim 1628]Menjadikan amal yang kecil menjadi Ibnul Mubarak rahimahullah – seorang ulama Tabiut Tabi’in, berkata,”Bisa jadi amal kecil menjadi banyak karena niat dan bisa jadi amal besar menjadi kecil karena niat.” [Jami’ul Ulum wal Hikam 1/13]Dosa-dosanya diampuniIkhlas merupakan sebab terbesar diampuninya dosa-dosa. Ibnu Taimiyah berkata,” Satu jenis amal saja yang terkadang dilakukan oleh seseorang dengan keikhlasan dan penghambaan yang sempurna kepada Allah, maka Allah akan mengampuni sejumlah dosa-dosa dalam hadits Abdullah bin Amr radhiyallahu anhuma dari nabi ﷺ bahwa beliau bersabda, ”Ada salah seorang dari umatku dipanggil pada hari kiamat di hadapan seluruh manusia ketika itu. Lalu dibentangkan catatan amalnya yang berjumlah 99 lembar lembar catatan panjangnya sejauh mata memandang. Kemudian Allah bertanya kepadanya, “Apakah ada sesuatu yang engkau ingkari dari catatanmu ini?” Ia menjawab, “Tidak sama sekali wahai Rabbku.”Allah berfirman, “Kamu tidak akan dizhalimi.” Lantas dikeluarkanlah satu bithaqah /kartu sebesar telapak tangan yang bertuliskan syahadat laa ilaha ilallah. Lalu ia bertanya, “Dimanakah letak kartu ini bersama dengan catatan amal tadi?”Lantas diletakkanlah dan kartu Laa ilaha illallah’ di satu daun timbangan mizan dan catatan amalnya di daun timbangan lainnya. Ternyata kartu bertuliskan Laa ilaaha illallah itu lebih berat daripada catatan amalnya. [Hadits riwayat At-Tirmidzi 2639 dan Ibnu Majah dishahihkan oleh Al-Hakim dan adzahabi mengatakan sesuai syarat Muslim]Ini adalah keadaan orang yang mengatakan Laa ilaaha illallah dengan ikhlas dan jujur sebagaimana dikatakan oleh lelaki dalam hadits ini. Kalau tidak demikian maka seluruh pelaku dosa besar yang telah masuk neraka itu juga mengucapkan Laa ilaaha illallah namun demikian, perkataan mereka itu tidak menjadikan lebih berat dibandingkan keburukan mereka sebagaimana perkataan pemilik bithaqah ini telah menjadikannya lebih berat.” [Fatawa Ibnu taimiyah 6/218-221]Mendapatkan pahala suatu amal meskipun tidak mampu ini sebagaimana dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, dia berkata,”Rasulullah ﷺ bersabda,”Sesungguhnya ada sejumlah orang di Madinah yang berada di belakang kita maksudnya tidak ikut dalam perang di jalan Allah, tidaklah kita melewati suatu jalan setapak di gunung atau pun suatu lembah kecuali mereka bersama kita disana. mereka ditahan oleh udzur.” [Hadits riwayat Al-Bukhari 2684]dalam riwayat lain disebutkan,”Kecuali mereka itu berserikat dengan kalian dalam pahala.” [Hadits riwayat Muslim 1911]Melindungi diri dari setanHal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الأَرْضِ وَلأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ -٣٩- إِلاَّ عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ -٤٠-Ia Iblis berkata, “Tuhan-ku, oleh karena Engkau telah Memutuskan bahwa aku sesat, aku pasti akan jadikan kejahatan terasa indah bagi mereka di bumi, dan aku akan menyesatkan mereka semuanya,kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlash di antara mereka.” [Al-Hijr 39-40]Jadi setan tidak bisa menyesatkan orang yang membentengi diri dengan dari fitnahOrang yang ikhlas akan terlindungi dari terjerumus ke dalam lembah syahwat dan dari cakar orang-orang fasik dan fajir. Allah telah menyelamatkan Nabi Yusuf alaihis salam dari fitnah Istri Al-Aziz, gelar penguasa Mesir saat Ta’ala berfirman,وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلا أَن رَّأَى بُرْهَانَ رَبِّهِ كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاء إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ -٢٤-Dan sungguh, perempuan itu telah berkehendak kepadanya Yusuf. Dan Yusuf pun berkehendak kepadanya, sekiranya dia tidak melihat tanda dari Tuhannya. Demikianlah, Kami Palingkan darinya keburukan dan kekejian. Sungguh, dia Yusuf termasuk hamba Kami yang ikhlas. [Yusuf 24]Diberi jalan keluar dari masalah yang ini sebagaimana kisah tiga orang yang terperangkap di dalam gua karena tertutup batu besar di zaman sebelum umat nabi Muhammad dari ketiga orang itu kemudian bertawassul kepada Allah dengan amal shaleh mereka yang dinilai paling tulus karena Allah, agar Allah berkenan memberi jalan keluar dari masalah Allah berkenan mengabulkan permohonan mereka. Batu besar yang menutup pintu gua akhirnya bergeser dan mereka bisa keluar. Kisah ini terdapat dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari 2102 dan Muslim 2743 dari Ibnu Umar radhiyallahu اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُKhutbah Keduaالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ، وَالعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْنَ، وَنَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَلِيُّ الصَّالِحِيْنَ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ إِمَامُ الأَنبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَأَفْضَلُ خَلْقِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ، صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ أَمَّا بَعْدُPerkataan Ulama Tentang IkhlasMa’asyirol Muslimin rahimakumullah,Dalam khutbah kedua ini akan kami nukilkan beberapa pandangan para ulama salaf tentang ikhlas untuk menjadi pelajaran bagi kita semua betapa ikhlas merupakan persoalan yang sangat penting bagi setiap bin Iyadh, ulama tabiut Tabi’in berkata,”Allah Azza wa Jalla menghendaki dari dirimu hanyalah tentang niatmu dan kehendakmu.”Sahl bin Abdillah At-Tustari pernah ditanya,”Apakah sesuatu yang paling berat bagi diri anda?” Dia menjawab,”ikhlas, karena jiwa ini tidak mendapatkan bagian sama sekali.”Yusuf bin Asbath rahimahullah berkata,”Memurnikan niat dari segala yang merusaknya itu jauh lebih berat bagi orang-orang yang beramal daripada melakukan ibadah dengan sungguh-sungguh dalam waktu yang lama.”Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata,”Tidak ada sesuatu yang aku obati yang lebih sulit bagiku melebihi niyatku karena niyat tersebut berbolak-balik pada diriku.”Yusuf bin Al Husain berkata,”Sesuatu yang paling berat di dunia ini adalah ikhlas. Berapa kali aku berusaha keras untuk menghilangkan riya’ dari hatiku, namun seolah-olah ia muncul dalam warna yang lain.”Doa PenutupDemikian ini khutbah tentang ikhlas yang bisa kami sampaikan. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Marilah kita berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengakhiri khutbah اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ﴾ [الأحزاب 56]فَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا عَلَى سَيِّدِ اْلأَوَّلِيْنَ وَاْلآخَرِيْنَ وَإِمَامِ اْلمُرْسَلِيْنَ، اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا أَعِزَّ اْلإِسْلَامَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ اْلكُفْرَ وَاْلكَافِرِيْنَ يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَاللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِ اْلمُسْلِمِيْنَ عَلَى اْلحَقِّ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، اللَّهُمَّ أَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَاهْدِهِمْ سُبُلَ السَّلَامِ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ يَا قَوِيُّ يَا عَزِيْزُ، اللَّهُمَّ انْصُرْ دِيْنَكَ وَكِتَابَكَ وَسُنَّةَ نَبِيِّكَ يَا قَوِيُّ يَا عَزِيْزُاللَّهُمَّ فَرِّجْ هَمَّ اْلمَهْمُوْمِيْنَ مِنَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَنَفِّثْ كُرْبَ اْلمَكْرُوْبِيْنَ مِنَ اْلمُسْلِمِيْنَ، اللَّهُمَّ وَاشْفِ مَرْضَانَا وَمَرْضَى اْلمُسْلِمِيْنَ يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَاللَّهُمَّ أَحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِيْ اْلأُمُوْرِ كُلِّهَا، وَأَجِرْنَا مِنْ خُزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ اْلآخِرَةِ، يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ نَسْتَغِيْثُ أَصْلِحْ لَنَا شَأْنَنَا كُلَّهُ. اللَّهُمَّ أَعِذْنَا مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، وَأَعِذْنَا مِنْ شَرِّ كُلِّ ذِيْ شَرٍّ يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ﴿ رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ﴾ [البقرة 201]عباد الله ﴿ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ * وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلَا تَنْقُضُوا الْأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلًا إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ ﴾ [النحل 90 – 91].اُذْكُرُوْا اللهَ اْلعَظِيْمَ اْلجَلِيْلَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ[i] Al-Ikhlash, Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid, Majmu’atuz Zaad lin Nasyr, 1430 H / 2009 M, hal. 7-10.[ii] Ibid, hal. 13-19.[iii] Al-Ikhlash, Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid, Majmu’atuz Zaad lin Nasyr, 1430 H / 2009 M, hal. Juga Tentang Khutbah Jum’at– Khutbah Jum’at Singkat Menyentuh Hati PDF– Khutbah Jumat Takwa Kepada Allah– Khutbah Jumat Tentang Syukur
m0Lmj7c.
  • ofh9tv97x2.pages.dev/443
  • ofh9tv97x2.pages.dev/151
  • ofh9tv97x2.pages.dev/324
  • ofh9tv97x2.pages.dev/355
  • ofh9tv97x2.pages.dev/210
  • ofh9tv97x2.pages.dev/294
  • ofh9tv97x2.pages.dev/627
  • ofh9tv97x2.pages.dev/919
  • ofh9tv97x2.pages.dev/744
  • ofh9tv97x2.pages.dev/926
  • ofh9tv97x2.pages.dev/897
  • ofh9tv97x2.pages.dev/364
  • ofh9tv97x2.pages.dev/269
  • ofh9tv97x2.pages.dev/964
  • ofh9tv97x2.pages.dev/864
  • khutbah jumat tentang ikhlas dalam beribadah