Daftar ke Pesantren Online di sini [su_spoiler title=”Pesantren Zainul Hasan” style=”fancy”] [/su_spoiler] [su_spoiler title=”INZAH” style=”fancy”] [/su_spoiler] [su_spoiler title=”STIKES” style=”fancy”] [/su_spoiler] [su_spoiler title=”STIH” style=”fancy”] [/su_spoiler] [su_spoiler title=”I-Tech Zainul Hasan” style=”fancy”] [/su_spoiler] [su_spoiler title=”SMK Zainul Hasan” style=”fancy”] [/su_spoiler] [su_spoiler title=”SMA Unggulan Zainul Hasan” style=”fancy”] [/su_spoiler] [su_spoiler title=”MA Model Zainul Hasan” style=”fancy”] [/su_spoiler] [su_spoiler title=”SMA Zainul Hasan” style=”fancy”] [/su_spoiler] [su_spoiler title=”MA Zainul Hasan” style=”fancy”] [/su_spoiler] [su_spoiler title=”MTs Zainul Hasan” style=”fancy”] [/su_spoiler] [su_spoiler title=”SMP Zainul Hasan 1″ style=”fancy”] [/su_spoiler] Daftar ke Pesantren Online di sini 5/5 - 4 votesTags MahasiswaBaru, SantriBaru, SantriBaruPZH
HasanSaifourridzall pada tahun 1952 Pondok Pesantren Genggong diganti dengan nama Asrama Pelajar Islam Genggong "APIG" yang didasarkan pada semakin tinggi minat masyarakat belajar di Pondok Pesantren, hal itu dapat dilihat dari jumlah santri, grafiknya meningkat dan nama tersebut diabadikan terhitung sejak 1952 M. Sampai dengan 1959M.Kompas TV feature inspirasi ramadhan Jumat, 13 Juli 2018 1020 WIB Pondok pesantren yang didirikan KH Zainul Abidin tahun 1259 H atau 1839 masehi telah memasuki generasi ke-4. Biasanya para santri mengisi hari libur mereka dengan berkegiatan di luar atau bertemu dengan wali santri setiap hari jumat dan disebut dengan tradisi sambang. Tradisi menjenguk atau menyambangi santri sudah berlangsung sejak lama dan biasanya dilaksanakan di halaman asrama santri, selain pelepas rindu tradisi sambang juga digunakan wali santri untuk bertemu dengan pengasuh pesantren. Sumber Kompas TV BERITA LAINNYAWajibberdomisili di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong; Prestasi akademik (peringkat 1, 2 dan 3) bebas biaya pendaftaran; Prestasi nonakademik bebas biaya pendaftaran dan wajib tes peminatan; Jalur Reguler (jalur tes) Mengisi formulir pendaftaran online / offline di kantor sekretariat. Masih Ingat Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong ?. Sebagian besar masyarakat Indonesia mengenalnya dari pemberitaan media massa, baik media cetak maupun elektronika, utamanya ketika era Orde Baru berkuasa di bumi Nusantara ini. Pasalnya, pada masa itu Ponpes yang berada di Kota Probolinggo, Jawa Timur sekitar 100 km ke arah timur dari kota Surabaya menjadi salah satu sasaran kunjungan pejabat teras pemerintahan, mulai tingkat Kabupaten hingga Pusat. Bahkan Presiden Soeharto ketika itu kerap kali datang dan memberikan bantuan. “Seringnya pers mempublikasi kunjungan pejabat-pejabat pemerintahan waktu itu membantu masyarakat mengenal pondok ini dan menjadi salah satu sarana penyebaran informasi keberadaannya, sehingga santrinya kian banyak,” ujar sumber CN di Ponpes itu. Ponpes Zainul Hasan Genggong, salah satu lembaga pendidikan Islam tua di tanah air dengan luas areal sekitar 10 hektar. Didirikan tahun 1839 oleh Hadrotus Syekh KH. Zainal Abidin, seorang ulama keturunan Maroko. Awal berdirinya belum memiliki nama. Beberapa tahun kemudian “tongkat estafet” pengelolaannya diserahkan kepada Kyai Muhammad Hasan yang dikenal dengan nama Kyai Hasan Sepuh, menantu Kyai Zainal Abidin. Diasuh Kyai Hasan Sepuh Ponpes itu berkembang pesat hingga beliau wafat tahun 1952. Sesuai wasiat Kyai Hasan Sepuh, sepeninggal beliau Ponpes yang sebagian besar santrinya berasal dari Pulau Jawa dan Bali itu diasuh oleh Kyai Hasan Syaiful Rizal, putra Kyai Hasan Sepuh. Pada saat itulah Ponpes ini diberi nama Genggong. Nama itu diambilkan dari nama bunga yang banyak tumbuh di sekitar Ponpes, yakni bunga Genggong, masyarakat setempat menamakan bunga Ginggung. Bunga tersebut tidak ditemui dan tidak bisa tumbuh di tempat lain kecuali di sana. Sayang, kini bunga itu tiada lagi. Suatu ketika tumbuh pemikiran Kyai Hasan Syaiful Rizal untuk mengabadikan nama dua tokoh pendiri dan pengasuh awal lembaga pendidikan Islam itu, yakni Kyai Zainal Abidin dan Kyai Muhammad Hasan. Gagasan itu juga sebagai wujud penghargaan atas jasa-jasa beliau berdua. Maka, dijadikanlah nama beliau sebagai nama Ponpes yang diasuhnya. Sejak itu berubahlah nama Ponpes Genggong menjadi Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong. Nama Zainul diambil dari nama Kyai Zainal Abidin, sedangkan Hasan dari nama Kyai Muhammad Hasan. Tahun 1991 Kyai Hasan Syaiful Rizal wafat. Sebelumnya, beliau tidak pernah berwasiat tentang siapa pengasuh pengganti beliau, yang akan menjadi “kholifah” di Pondok Pesantren yang berada di daerah masyarakat berbahasa Madura itu. Akhirnya, putra-putri beliau sepakat menangani Ponpes itu secara kolektif dengan mengangkat Kyai Mutawakkil Alalloh sebagai koordinator sampai sekarang. Membuka Sekolah Umum Dalam perkembangannya, Ponpes Zainul Hasan Genggong membuka Madrasah Aliyah Keagamaan MAK, Madrasah Aliyah Umum MAU dan SMA / SMU “Unggulan”, setelah mendirikan lembaga pendidikan tingkat Roudlotul Athfal, Madrasah Ibtida’iyah, SD, Madrasah Tsanawiyah dan SMP. Bahkan, sejak tahun 1991 mendirikan Akper Akademi Keperawatan, dan Universitas dengan Fakultas Hukum, Tarbiyah, Syari’ah serta Sekolah Tinggi Agama Islam, yang telah meluluskan beberapa orang sarjana S1. Kurikulum yang diterapkan pada SD, SMP dan MAU adalah kurikulum Departemen Agama, sedangkan pada diniyah atau keagamaan menggunakan kurikulum yang ditentukan oleh Ponpes. Ini demi mempertahankan kaidah Ahlus sunnah wal jama’ah dan tetap berorientasi pada ajaran salaf. “Walaupun kami menyediakan lembaga sekolah umum, tapi tetap kami ajari mereka kegiatan tahlilan, maulid, manaqib dan sebagainya. Jadi, kegiatan keagamaan yang bernuansa salaf tetap kami berikan kepada anak didik di sini, agar akidahnya tambah seken kokoh, Red,” kata sumber tadi. Bisa jadi, itulah kelebihan Ponpes Zainul Hasan Genggong, memberikan kesempatan anak didiknya mendapatklan ilmu diniyah dan umum, termasuk pelajaran komputer dan bahasa Inggris. Kendati pun hingga saat ini materi diniyah tetap mendominasi kurikulumnya. Demikian pula minat masyarakat masih lebih berat ke madrasah diniyah atau pondok pesantren, yakni berbanding 60 % – 40 %. Kini, jumlah santrinya sekitar 3000 orang, 10 persennya adalah santri khorijin. Mereka berasal dari Kalimantan, Sumatera dan NTB, selain dari Jawa dan Bali. Konon, pada awal berdirinya jumlah santri cuma 10 orang. Di era Kyai Hasan Sepuh jumlah santri meningkat drastis, karena ketika terjadi perang gerilya melawan penjajah Belanda banyak masyarakat “mengambil tabaruk” mengaji di Ponpes itu, akibatnya kapasitas Lembaga Pendidikan tersebut tidak mampu menampungnya. “Barangkali, antusias masyarakat mengikuti ta’lim di Ponpes ini pada waktu itu ingin mendapatkan kekuatan spiritual batin untuk melawan penjajah,” kata salah seorang ustadz. Santri yang lulus pada masa Kyai Hasan Syaiful Rizal mendapat kesempatan, bahkan diwajibkan meneruskan ke Timur Tengah, yakni ke Mesir, Iraq dan Mekkah, meski tidak semuanya. Sekarang, karena tidak ada lagi dana bantuan bea siswa itu, maka kewajiban itu dihapus. Untuk mengajar santri sejumlah itu pihak pengelola Ponpes Zainul Hasan Genggong mendatangkan Guru dari berbagai daerah, di antaranya dari Brebes, Kediri dan Cirebon, untuk mendukung asatidz yang sebagian besar dari daerah sekitar Ponpes. Bahkan, selama 1987-1991 mendatangkan 2 orang Guru Besar dari Kairo, Mesir. Upaya demikian dimaksudkan untuk mendapatkan santri yang berkualitas keilmuannya. Sekarang, jumlah gurunya tidak kurang dari 100 orang, mengajarkan materi sesuai dengan bidangnya, termasuk para dokter yang mengajar di Akper. Rambu-rambu Santri Sebagai ikhtiyar Ponpes Zainul Hasan Genggong memperlancar transformasi ilmu kepada para santri dan mendapatkan santri yang memiliki ilmu nafi’ah, sesuai motivasi para aslafunas sholeh mendirikan lembaga pendidikan keagamaan, pihak manajemen dan pengasuh memberi rambu-rambu kepada anak didiknya berupa larangan-larangan, di samping hak dan kewajiban-kewajiban. “Semua larangan syariat diberlakukan di sini di Ponpes Zainul Hasan Genggong, Red, ditambah beberapa larangan di antaranya menerapkan “Jam Malam” dan makan di warung, kecuali di warung-warung yang telah ditentukan. Pada ketentuan Jam Malam, para santri tidak diperkenankan keluar dari arena Pondok mulai pukul WIB 6 petang sampai pukul 6 pagi. Memang di syari’at tidak ada larangan semacam itu, ini larangan internal pondok, ya harus dipatuhi, agar aktivitas belajar santri tidak terganggu,” tandas salah seorang pengurus Ponpes. Sementara kewajiban bagi santri di antaranya harus menggunakan bahasa Arab, baik ketika dalam kelas sebagai bahasa pengantar, maupun dalam pergaulan sehari-hari. Semula kewajiban ini berjalan lancar, tetapi sekarang menemui kendala, karena jumlah santri makin meningkat. Ketika masa liburan Romadhon, santri yang memutuskan menetap di pondok mendapat kewajiban mengikuti kegiatan pengajian dan khataman kitab-kitab hadits, kitab-kitab fiqih, dan tafsir Al Qur’an. Khataman itu ditargetkan selesai dalam waktu 15 hari sampai sebulan. Santri juga dikenakan kewajiban membayar iuran, tapi tidak terlalu memberatkan. Bagi santri Madrasah Tsanawiyah dikenakan iuran sebesar 10 ribu rupiah tiap bulan, sementara santri Ponpes hanya 5 ribu rupiah. Selain itu tidak ada lagi kewajiban membayar semacam syahriyah dan lainnya. “Sementara keperluan konsumsi santri mukimin bebas, ada yang masak sendiri, ada yang membayar orang lain dan ada yang membeli,” kata salah seorang pengurus Ponpes. Begitu minim iuran santri, padahal Ponpes dituntut mempertahankan bahkan mengembangkan aktifitasnya, bagaimana pendanaannya ? Sumber CN menjelaskan, Ponpes Zainul Hasan Genggong memiliki asset kekayaan berupa sawah wakaf dan yayasan yang bergerak dalam penggalian dana bagi Ponpes. Yayasan tersebut tidak dibatasi wilayah atau kelompok tertentu dalam menentukan sasaran pengalian dana, asal halal. “Alhamdulillah, beberapa alumni juga ada yang terpanggil membantu .pembiayaan Ponpes ini. Mereka secara rutin menjadi donatur istilahnya donatur tetap. Juga ada Koperasi Pondok Pesantren serta masih ada sumbangan lainnya,” jelas sumber itu. Untuk menjadi santri di Ponpes ini tidak memerlukan banyak persyaratan, cukup memenuhi persyaratan administratif. Kecuali, yang ingin memasuki Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah Keagamaan, diuji dulu kemampuan bidang Al Qur’an-nya, misalnya harus hafal sekian juz. Dan ini bergantung kebijaksanaan Forum Rapat Pengurus Sekolah / Madrasah. Kebijakan demikian ini barangkali sudah ditetapkan oleh para masyayikh Ponpes Zainul Hasan Genggong sebagai kiat dan obsesi beliau dalam mempersiapkan kader-kader Islam di bumi pertiwi ini, yang kita ketahui bersama semakin punah di akhir zaman ini. Djoko/ Ridwan.
Pesantren Zainul Hasan Genggong bahasa Melayu Pesantren Genggong, Jawi المعهد ١لاسلامي زين الحسن قنقون adalah salah satu lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, Berdirinya lembaga ini jauh sebelum Indonesia merdeka yaitu tepatnya pada tahun 1839, di Genggong, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Komplek Pesantren Genggong berada di atas areal tanah seluas kurang lebih 26 hektare Yang mencakup 4 desa sekaligus diantaranya Karangbong, Ketompen, Pajarakan Kulon Dan Temenggungan dengan jumlah santri ± Pesantren Zainul Hasan Genggongالمعهد ١لاسلامي زين الحسن قنقونAlamatPIP Lt. 01 1 PZH GenggongKabupaten Probolinggo, Jawa TimurIndonesiaTelepon/Faks.033584224103358422480335846333 pesantrenAfiliasiIslamNahdlatul UlamaDidirikan1839Pendiri Syaikh Zainal Abidin al-Maghrobi Kiai Hasan Genggong Mohammad Hasan Mutawakkil 'Alallah, Mohammad Hasan Muatawakkil 'Alallah, Syekh Hasan Abdel Bar Mohammad Hasan Syaiful Islam Ny. Hj. Diana SusilowatiKalender akademisHijriyahLain-lainJulukanGenggongOlahraga andalanPencak Silat IPSNUWarna almamaterHijau, Biru, KuningSlogan“al-Muhafadhotu ala qadimi al-Shalih wa al-Akhdzu bi al-Jadid al-Ashlah”MarsMars Zainul HasanMaskotBunga GenggongAlumniTANASZAHAAngkutan umumBus PesantrenMobil GolfMotoMoto“memelihara tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik”Pesantren Zainul Hasan Genggong adalah salah satu lembaga pendidikan Islam tertua di Jawa Timur. Berdirinya lembaga ini jauh sebelum Indonesia merdeka yaitu tepatnya pada tahun 1839, di Genggong, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.
STRUKTURYAYASAN PENDIDIKAN PESANTREN ZAINUL HASAN GENGGONG: JAJARAN PEMBINA : KHOLIFAH / KETUA YAYASAN: PENGAWAS : Nyai Hj. Diana Susilowati: KH. Moh. HasanHome » Lembaga Pendidikan
Banyakpemimpin yang berasal dari Ponpes Genggong. Pemimpin yang lahir dari pondok pesantren bisa lebih amanah," kata Sadad saat menghadiri Haul KH Soleh Nahrawi dan Pesantren Masyayikh Zainul Hasan Genggong, Kecamatan Pajarkan, Kabupaten Probolinggo, Rabu (3/8/2022). Menurut Gus Sadad yang juga Wakil Ketua DPRD Jatim, keberadaan pondok
BerdirinyaPesantren Zainul Hasan sejak awal pendiriannya dikenal dengan sebutan Pondok Pesantren Genggong yang didirikan oleh KH. Zainul Abidin pada tahun 1839 M / 1250 H. Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo . by Budi; 19.088 Views; Jumat, 3 Agustus 2018;